samudrafakta.com

Soal Wacana Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024, Muhammadiyah Bersikap Netral, PBNU Sebut Gimik Politik

JAKARTA — Wacana penggunaan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024 digulirkan Ganjar Pranowo dan PDI Perjuangan. Umpan lambung ini disambut baik oleh Capres Koalisi Perubahan Anies Baswedan, namun ditanggapi berbeda oleh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).

Menurut Pasal 79 ayat (3) UU MD3, hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo mengaku membuka komunikasi dengan kubu pasangan calon nomor urut satu, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin (AMIN), untuk menggulirkan hak angket tersebut. Anies menyambut baik ide hak angket.

Dia mengaku, Koalisi Perubahan siap menjadi bagian dalam hak angket tersebut. Pengajuan hak angkat tak bisa jika hanya dilakukan oleh partai politik pengusung Ganjar-Mahfud saja, yaitu PDI Perjuangan dan PPP. Tetapi juga membutuhkan dukungan dari partai pengusung kubu AMIN yaitu NasDem, PKB, dan PKS. Dengan keterlibatan Partai NasDem, PKS, PKB, serta PDI Perjuangan dan PPP, maka hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan pemilu dapat digolkan oleh lebih dari 50 persen anggota DPR RI. Namun, hingga saat ini, belum dilakukan mekanisme resmi mengenai penggunaan hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu di DPR.

Baca Juga :   Gibran Dinilai Sukses Debat karena Meniru Gaya Bapaknya

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan bahwa organisasi yang dipimpinnya akan bersikap netral terkait masalah hak angket yang akan diusulkan oleh kontestasi yang terlibat dalam sengketa Pemilu 2024 pada DPR RI.

“Ya, kita netral dalam arti bahwa hal itu sudah bukan jadi urusannya. Muhammadiyah tidak akan menjadi pelaku untuk urusan itu,” katanya usai Munas Tarjih XXXII di Pekalongan, Jawa Tengah, dikutip dari ANTARA, Jumat sore (23/2).

Namun demikian, kata dia, jika memang ada masalah-masalah, penyimpangan, dan kecurangan agar dapat diselesaikan secara hukum sesuai konstitusi yang berlaku.

Haedar Nashir mengatakan perlu adanya rekonsiliasi untuk menjaga persatuan Indonesia karena dalam sebuah pertandingan manapun harus ada yang menang dan yang kalah. “Akan tetapi, kita harus bersikap dewasa yaitu yang menang jangan jumawa dan kalah jangan menjauhi diri. Namun lebih dari itu, semua pihak harus belajar dari pemilu ke pemilu agar bisa lebih baik lagi,” ujarnya.

Menurut dia, pandangan Muhammadiyah sebagai organisasi terhadap Indonesia masih sama yaitu netral dan independen dari kekuatan politik. Muhammadiyah tetap masih dalam satu sistem bernegara yang memiliki politik kebangsaan sebelum merdeka hingga sudah merdeka. “Jadi Muhammadiyah tidak berpolitik praktis, namun berpolitik berkebangsaan,” ucapnya.

Baca Juga :   "Loyo" Sejak di Sidang Parlemen, Hak Angket Dinilai Hanya sebagai Alat Negosiasi yang Sulit Direalisasikan

Ia menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak terpengaruh oleh dinamika politik partisan maupun partai politik peserta pemilu. “Kita akan memberikan kebebasan warga untuk memberikan pilihan politik yang cerdas, bertanggung jawab. Hal yang penting lagi kita harus menyikapi hasil politik secara dewasa,” tuturnya.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menanggapi berbeda. Menurut dia, para legislator saat ini masih sibuk dengan pemilu. “DPR-nya saja belum balik kantor, ini masih sibuk di KPPS dan lain-lain, siapa yang bikin?” Kata Gus Yahya di kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (22/2/2024).

Gus Yahya juga mengimbau agar persoalan dugaan kecurangan pilpres tak dijadikan gimik belaka. Dia menilai, saat ini yang terpenting adalah mengatasi berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat. “Imbauan saya, ndak usah jadikan masalah ini sebagai gimik politik yang artifisial. Kalau ada masalah, kalau masalahnya masalah hukum, selesaikan dengan hukum, kalau masalah politik, bicarakan secara politik, itu saja,” jelas Gus Yahya.

Baca Juga :   Ganjar-Mahfud Tak Menang di Satu Provinsi Pun, Tim Hukum Tak Percaya Bisa Kalah di Jateng dan Bali 

“Yang penting itu upaya-upaya untuk mengatasi masalah yang real, yang nyata dihadapi oleh rakyat,” sambungnya.

___FOTO:IST

 

Artikel Terkait

Leave a Comment