Pembatalan mutasi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo menuai kritik dari anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin. Ia menilai, keputusan yang berubah dalam waktu singkat ini mencerminkan ketidakstabilan institusi TNI dan potensi intervensi politik dalam proses mutasi perwira tinggi.
__________
Mulanya Letjen Kunto akan dipindahkan dari jabatan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I menjadi Staf Khusus Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) melalui surat mutasi yang ditandatangani Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, pada 29 April 2025.
Letjen Kunto, sesuai surat mutasi itu, digantikan oleh Laksamana Muda Hersan—perwira tinggi TNI AL yang pernah menjadi ajudan Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi—yang sedang menjabat sebagai Panglima Komando Armada III.
Namun, sehari kemudian, Panglima “menganulir” mutasi itu melalu surat yang terbit pada 30 April 2025. Letjen Kunto tetap Pangkogabwilhan I, dan Hersan masih menjadi Pangkoarmada III.
TNI Bukan Alat Politik
Hasanuddin menilai, perubahan keputusan yang cepat ini menunjukkan bahwa TNI terlalu mudah digoyahkan oleh urusan politik.
“TNI adalah alat negara, bukan alat politik. Mutasi harus bersandar pada pertimbangan objektif dan strategis demi kepentingan organisasi, bukan demi memenuhi kepentingan luar. Jangan diombang-ambingkan oleh tekanan seperti ini,” kata TB Hasanuddin melalui keterangan tertulisnya pada media, Sabtu, 3 Mei 2025.
Dia pun menyoroti spekulasi publik yang mengaitkan mutasi Letjen Kunto dengan peran ayahnya, Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno, dalam Forum Purnawirawan TNI-Polri yang mengusulkan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Hasanuddin menekankan bahwa mutasi prajurit aktif seharusnya tidak dipengaruhi oleh opini masyarakat sipil atau tekanan politik.
Dia juga menilai bahwa perubahan-perubahan surat keputusan mutasi yang cepat dan tidak konsisten bisa mengganggu kepercayaan publik terhadap netralitas TNI sebagai institusi pertahanan negara.
Hasanuddin menekankan bahwa TNI adalah alat negara, bukan alat politik. Maka, kata dia, mutasi harus bersandar pada pertimbangan objektif dan strategis demi kepentingan organisasi.
Penjelasan TNI
Pada bagian lain, Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen Kristomei Sianturi, menjelaskan bahwa pembatalan mutasi terhadap Letjen Kunto—bersamaan denganenam perwira tinggi lainnya—murni karena pertimbangan organisasi dan kebutuhan operasional di lapangan.
Kata Kristomei, keputusan tersebut tidak terkait dengan faktor politik atau pernyataan dari pihak luar TNI.
“Mutasi ini tidak terkait dengan apapun di luar dari organisasi TNI. Jadi ini sesuai dengan profesionalitas, proporsionalitas, dan memang kebetulan organisasi di saat ini,” ujar Kristomei, Jumat, 2 Mei 2025.
“Tidak terkait dengan, misalnya, ‘Oh kemarin itu orang tuanya Pak Kunto’. Enggak ya, tidak ada kaitannya,” tegasnya.
Kontroversi mutasi Letjen Kunto Arief ini mencerminkan tantangan yang dihadapi TNI saat ini, terutama dalam menjaga profesionalisme dan netralitasnya di tengah dinamika politik nasional.
Untuk itu, perlu transparansi dan konsistensi dalam proses mutasi perwira tinggi untuk memastikan bahwa keputusan tersebut benar-benar didasarkan pada kebutuhan organisasi dan bukan dipengaruhi oleh tekanan politik.***