samudrafakta.com

Peradaban Atlantis Berada di Wilayah Jawa Timur?

Citra peta kuno di sekitaran Pulau Jawa. (Foto: atlantisjavasea.files.wordpress.com)
Berbagai macam narasi terkait spekulasi dan dugaan jika Benua Atlantis yang hilang disinyalir berada di Indonesia terus bergulir dari waktu ke waktu–kendati kadang tak terlalu ramai diperbincangkan oleh publik. Misalnya, narasi tentang kemungkinan Negara Atlantis dulunya melintasi wilayah Jawa Timur, terutama di Kabupaten Bojonegoro, Tuban, dan Jombang.

Budayawan Emha Ainun Najib, yang biasa dipanggil Cak Nun atau Mbah Nun, pernah menyebut salah satu jalur Atlantis—negara kaya harta dan sumber daya alamnya yang hilang pada zaman dahulu karena tenggelam—berada di kawasan yang melintasi Kabupaten Bojonegoro.

Cak Nun mengungkapkan itu dalam acara Sinau Bareng di Lapangan Sepak Bola Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Ahad, 5 November 2017 lalu. Video acara tersebut masih banyak tersebar di beberapa kanal Youtube yang mengamplifikasinya.

Cak Nun waktu itu juga menyampaikan, “Ini sudah terlihat, dengan melimpahnya sumber daya alam (SDA) di Bojonegoro, salah satunya berupa minyak bumi”.

Selain melintasi Kabupaten Bojonegoro, kata Cak Nun, Negara Atlantis juga melintasi Kabupaten Tuban, Kabupaten Blora, Kabupaten Grobogan, sampai Kabupaten Jombang. “Ini sudah sangat terbukti sekali dengan sumber daya yang sangat melimpah,” lanjut Cak Nun.

Cak Nun juga menjelaskan, kekayaan beberapa Kabupaten tersebut sebenarnya sudah dipetakan oleh Sunan Kalijaga pada zaman dahulu. Dengan menggunakan tanda saja, dan hal tersebut hanya diketahui oleh pemerintah yang memiliki hati yang mulia saja.

“Tapi kita kalah oleh Rusia dan Belanda, yang terlebih dahulu mengetahui SDA kabupaten itu melalui satelit,” kata Cak Nun.

Sebagai informasi, narasi yang disampaikan Cak Nun tersebut seiring dengan penemuan benda-benda purbakala yang menunjukkan eksitensi peradaban sangat tua di Jombang pada masa lalu.

Baca Juga :   Atlantis Pernah Disebut Terkonfirmasi Berada di Indonesia, Fakta atau Mitos?

 

Sejumlah temuan topeng di Situs Goa Made, Desa Made Kecamatan Kudu. (Achmad RW/Radar Jombang)

 

Temuan Topeng Gua Made dan Penelitian Ahli Hidrologi

Seorang pedagang barang antik dari Bergamo, Italia, bernama Anacleto Spazzapan, memiliki koleksi topeng kuno dari tanah Jawa. Materi topeng itu dari campuran keramik dan metal. Bentuknya aneh, mirip alien.

Ukurannya sedikit lebih kecil daripada kepala manusia. Hasil analisis Spazzapan menyimpulkan topeng berasal dari masa 1.000 tahun sebelum Masehi. Jauh lebih tua daripada kebudayaan perunggu Dong Son di Vietnam.

Topeng-topeng itu, menurut Spazzapan, diangkat dari sebuah terowongan bawah tanah tua Situs Kedung Watu, sebuah gua di Dusun Made, Kecamatan Ngusikan, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, yang lokasinya beberapa kilometer dari Trowulan.

Pada masa lalu, situs Gua Made termasuk Kecamatan Kudu. Namun, semenjak ada pengembangan kecamatan di Kabupaten Jombang pada tahun 2008, situs ini termasuk wilayah Kecamatan Ngusikan.

Situs Kedung Watu berada di kawasan Petak 16 D, BKPH Tapen, Bagian Hutan Mantup, KPH Mojokerto, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Lokasi ini terletak pada 07°24’07,3” LS dan 112°19’05,7” BT.

Penemuan situs diawali dengan kegiatan penambangan emas liar yang dilakukan oleh penduduk pada tahun 1982. Mereka tidak sengaja menemukan ruangan bawah tanah, yang kemudian disebut dengan gua bawah tanah.

Antara tahun 1992 – 1993, lokasi ini ditinjau oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur. Penemuan ini mengundang perhatian seorang pemerhati seni (ahli geometri) yang berasal dari Italia untuk mengunjungi lokasi Gua Made pada tahun 1998. Pemerhati ini mengambil satu balok bata untuk diuji ke laboratorium.

Berdasarkan metode thermoluminesence yang dilakukan Lembaga Penelitian Arcadia di Milan, Italia, bata tersebut disinyalir berusia 2993 tahun tahun. Hasil uji analisis ini membuat Scazzapa berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut di lokasi ini.

Baca Juga :   Kontroversi Situs Gunung Padang: Disinyalir sebagai Piramida Tertua di Dunia, Terkait Benua Atlantis?

Pada tahun 2001, dilakukanlah pendataan atau pengambilan dokumentasi foto oleh Scazzapa,  didampingi oleh petugas dari Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur. Kegiatan ini mencatat adanya temuan struktur bata di tiga lubang dan beberapa temuan lepas, seperti fragmen gerabah, keramik asing, kerang, dan kerak perunggu.

Pada 23-28 Mei 2006 dilakukanlah penggalian situs. Kegiatan ini didampingi oleh Puslitarkenas dan BP3 Jatim. Penggalian dilakukan secara rapid system pada lubang III, karena diperkirakan terdapat beberapa temuan.

Lubang ini berada 7 meter di bawah tanah tepian lubang. Lubang ini berupa lorong bawah tanah, dengan dinding dan lantai yang dibuat dengan cara memahat lapisan tufa yang cukup padat—sehingga bagian lantai, atap, dan dinding lorong ini memiliki kepadatan yang berbeda dengan lapisan tanah isian yang ada pada bagian tersebut.

Tim Puslitarkenas dan BP3 Jatim melakukan survei permukaan dan menemukan fragmen gerabah, keramik, celupak, gandik, bandul jala, dan fosil kerang. Sedangkan tim yang dipimpin Scazzapa menggali di dalam lorong dan menemukan fragmen gerabah dan keramik, kerak besi, dua topeng, dan tujuh fragmen topeng.

Penelitian kemudian dilanjutkan dengan ekskavasi pada 8 – 28 Agustus 2006, yang dilakukan oleh Puslitarkenas–yang diwakili oleh arkeolog Balar Bandung–dan BP3 Jatim. Ekskavasi dilakukan secara vertikal dan horisontal. Sebagai informasi, ekskavasi adalah salah satu teknik pengumpulan data melalui penggalian tanah yang dilakukan secara sistematik, untuk menemukan suatu atau himpunan tinggalan arkeologi dalam situasi insitu.

Baca Juga :   Misteri Peta Piri Reis: Kuno namun Akurat, Jadi Petunjuk Keberadaan Atlantis?

Ekskavasi vertikal dilakukan pada kotak-kotak yang diperkirakan berada pada bagian yang memiliki konstruksi bata di bawah tanahnya. Ekskavasi horisontal dilakukan pada bagian lorong bawah tanah dengan cara mengikuti bentuk fitur lorong yang sudah terbentuk di bawah tanah, yang kemudian digali searah orientasi lorong.

Hasil dari upaya ini adalah ditemukannya fitur lorong bawah tanah dan struktur bata, topeng dan fragmen topeng, fragmen senjata perunggu, fragmen makara perunggu, celupak, fragmen dan wadah terakota, kerak besi dan kerak perunggu, dan mata uang kepeng.

Topeng dan kerak besi, serta kerak perunggu, ditemukan secara insitu di lapisan tanah isian pada lorong bawah tanah, yang menghubungkan antara bangunan IV dan bangunan V. Setelah penelitian ini, Situs Kedung Watu semakin banyak diketahui orang, sehingga kemudian dikenal dengan nama “Gua Made”.

Temuan topeng Gua Made itu membuat para arkeolog bertanya-tanya: bagaimana sebuah topeng logam berusia ribuan tahun berada di bawah terowongan terakota, tidak jauh dari bekas Ibukota Majapahit? Topeng-topeng itu ekspresinya sama sekali tak lazim. Sama sekali jauh dari umumnya topeng-topeng kuno Indonesia.

Jika dilihat sepintas, rautnya mirip wajah-wajah “alien”. Dua mata dan mulutnya bolong. Sudut mata luar naik ke atas. Beberapa topeng bervolume sepeti helm, namun lehernya kecil.

Scazzapa kemudian menjual topeng itu kepada seorang kolektor benda antik bernama Paolo Bertuzzi. Sang kolektor yakin bahwa topeng tersebut berasal dari zaman sebelum Hindu Buddha masuk ke Jawa. Bertuzzi percaya ratusan tahun sebelum masehi ada peradaban yang berkembang di Jawa Timur.

Artikel Terkait

Leave a Comment