samudrafakta.com

Penyakit Lama Debat Capres: Kandidat Saling Hajar, Panelis Duduk Manis

Kritik terhadap Panelis Debat Capres 2024

Para ahli pun melihat posisi panelis dalam Debat Capres 2024 ini kurang ideal.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Bivitri Susanti, yang pernah menjadi panelis dalam Debat Pilpres 2019 mengatakan, panelis seharusnya diperbolehkan mengajukan pertanyaan lanjutan.

“Namanya debat itu ya diadu. Tidak ada sungkan-sungkan. Ada sanggahan berdasar data. Debat 2019 (misalnya) itu tidak tajam,” kata Bivitri, sebagaimana dikutip Tempo pada Selasa (12/12).

Bivitri menjelaskan, saat menjadi panelis pada Debat Pilpres 2019, dia dan panelis lainnya hanya ditugaskan menyusun pertanyaan, lalu dikasih ke moderator untuk dibacakan di depan peserta debat.

“Panelis (dalam Debat Capres 2019) itu benar-benar enggak ngapa-ngapain. Bahkan tidak dapat memberikan pertanyaan lanjutan. Kami enggak berguna pada hari-H (debat),” ujar dia.

Sebagai panelis debat saat Pilpres 2019, Bivitri menilai, ada janji dari seorang capres waktu itu yang hanya tinggal janji. “Apa yang diucapkan saat debat itu tidak ditepati. Harus negosiasi dengan partai politik. Harus negosiasi dengan cukong, bohir, atau apalah itu namanya,” terangnya.

Baca Juga :   Memindai Sejarah Melalui Ramalan Nostradamus

Seharusnya, kata Bivitri, dibuat kontrak politik untuk janji politik seluruh kandidat saat debat. Kontrak bisa dilakukan dengan kelompok-kelompok hukum atau semacamnya. “Setidaknya nantinya ada pijakan atas janji yang tidak ditepati itu,” katanya.

Berdasarkan pengalaman tersebut, pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia ini pernah menyampaikan masukannya kepada KPU agar memperbaiki mekanisme debat, terutama terkait fungsi panelis. Sebab, menurut dia, jika mekanismenya masih sama seperti yang sudah-sudah, dan itu tidak diubah KPU, maka panelis tidak akan ada fungsinya.

Para panelis, kata Bivitri, seharusnya mendapatkan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan secara mendalam kepada setiap capres. Peserta debat perlu mendapatkan pertanyaan kritis. Tujuannya untuk menguji komitmen setiap paslon. Dalam konteks tema Debat Pilpres edisi pertama itu, yaitu hukum dan hak asasi manusia (HAM), kata Bivitri, pertanyaan kritis tersebut bakal berfungsi untuk menguji komitmen berupa perilaku paslon terhadap hukum yang mereka tidak suka.

“Bagaimana jika ke depan nanti mereka mau berperilaku seperti itu terus? Kalau ada hukum yang mereka enggak suka, mereka ganti-ganti,” ujar dia.

Baca Juga :   Gibran Kampanyekan Nikel di Debat Cawapres, tetapi Harganya Turun Terus dan Mulai Ditinggalkan

Bivitri mengaku sempat ditawari KPU untuk menjadi salah satu panelis Debat Capres 2024 edisi perdana. Namun, dia menolak.

“Saat itu saya tanya formatnya bagaimana? Apakah sama dengan debat Pilpres 2019?” ujarnya. Ternyata, kata Bivitri, jawabannya sama. Panelis hanya boleh membuat pertanyaan, tetapi tidak boleh mengajukan pertanyaan lanjutan.

“Saya jawab tidak tertarik, karena tidak diperbolehkan untuk mencecar. Tidak boleh mengajukan pertanyaan lanjutan. Padahal, debat itu seharusnya adu argumen,” jelasnya.

Artikel Terkait

Leave a Comment