samudrafakta.com

Pengacara Mas Bechi Ungkap 70 Kejanggalan, JPU Tetap Yakin dengan Dakwaan

Penasihat Hukum (PH) Mas Bechi, Gede Pasek Suardika, menunjukkan bukti dokumen SP3 terhadap kasus kliennya, setelah membacakan duplik, Senin (31/10/2022).(SF/Rizki)

Laporan kedua ini juga ditindaklanjuti oleh kepolisian, kendati materinya sama dengan laporan yang sudah di-SP3. Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) untuk laporan MNK tersebut terbit pada 12 November 2019—14 hari setelah laporan masuk dan 12 hari sejak laporan pertama di-SP3. Bersama dengan itu, terbit pula Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) terhadap tersangka atas nama MSAT. SPDP dan Sprindik tersangka terbit di hari yang sama, namun sejak dilaporkan pada 29 Oktober 2019, Mas Bechi belum pernah dipanggil untuk diklarifikasi sebagai terlapor. Menurut anggota Tim PH Mas Bechi, Rio Ramabaskara, prosedur itu tidak wajar.

“Jika kita melihat mekanisme hukum formal, idealnya, ketika seseorang dilaporkan atas dugaan tindak pidana, yang pertama kali dilakukan penyelidik setelah memeriksa pelapor dan saksi-saksi adalah memanggil dan memeriksa terlapor untuk diklarifikasi. Tetapi, dalam kasus Mas Bechi, tidak ada panggilan untuk Mas Bechi sebagai terlapor. Tidak ada berita acara klarifikasi tentang laporan tersebut,” Rio mengilas balik awal perjalanan kasus ini, Rabu (26/10/2022) pekan lalu.

Baca Juga :   Yakin Dakwaan Tak Terbukti, Mas Bechi Ajukan Banding

Selama proses persidangan berlangsung, sebagaimana yang selalu GPS sampaikan setiap usai sidang, kejanggalan demi kejanggalan terus bermunculan sebagai fakta persidangan. Antara lain, JPU memilih saksi-saksi testimonium de auditu yang hanya mendengar dari orang lain—tidak melihat, mendengar, dan mengalami langsung peristiwa—tetapi mengabaikan saksi fakta yang menerangkan bahwa peristiwa yang didakwakan tidak pernah ada; waktu kejadian dalam dakwaan yang janggal; bukti visum yang oleh ahli kedokteran forensik dinilai tidak layak dijadikan alat bukti; hingga adanya saksi kunci yang tidak dihadirkan dalam persidangan.

“Kami menemukan 70 kejanggalan. Semua sudah kami sampaikan dalam duplik,” kata GPS. “Semoga majelis hakim memperhatikannya dan menjadikan semua kejanggalan yang kami sampaikan tersebut sebagai pertimbangan untuk memutus perkara ini. Kami merekam semua jalannya persidangan. Kami merekam, JPU merekam, hakim merekam. Rekaman ini bisa kita gunakan untuk eksaminasi (pengujian atau pemeriksaan terhadap surat dakwaan jaksa atau putusan pengadilan atau hakim—red) apabila ternyata putusannya tidak sesuai dengan fakta-fakta persidangan,” tegas GPS. Menurut rencana, perkara ini akan diputus oleh Majelis Hakim PN Surabaya pada Kamis, 17 November 2022.

Baca Juga :   Setahun Mengendap, Diingatkan Kembali oleh Seorang Remaja

Salah satu JPU, Ahmad Jaya, mengatakan bahwa duplik yang dibacakan Tim PH Mas Bechi tidak jauh beda dengan pledooi. “Intinya minta terdakwa dibebaskan,” kata Ahmad Jaya, Senin (31/10/2022).

Tentang kejanggalan demi kejanggalan yang secara berulang-ulang terus diungkapkan oleh Tim PH, termasuk diungkap kembali dalam duplik, menurut Ahmad Jaya itu tidak memengaruhi dakwaan maupun tuntutan. “Tidak berpengaruh. Menurut kami (dakwaan) tetap terbukti,” tegas Ahmad Jaya.  Soal SP3 yang juga dibahas oleh Tim PH Mas Bechi, menurut Ahmad Jaya, “Itu sudah diuji di praperadilan”. Dalam sidang kali ini, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sebagai Ketua Tim JPU Mia Amiati dan Kepala Kejaksaan Negeri Jombang Tengku Firdaus tidak tampak hadir.

Sementara itu, seperti pekan sebelumnya, massa yang mengatasnamakan diri sebagai Persaudaraan Cinta Tanah Air Indonesia (PCTAI) kembali menggelar doa bersama untuk memberikan dukungan terhadap hakim dan Mas Bechi. “Mari kita doakan agar hakim dan Mas Bechi diberikan keselamatan dan dan dibebaskan dari hukuman,” ujar salah satu orator. (rh/iv)

Baca Juga :   Dinilai Rekayasa, Kasus Mas Bechi Mendapatkan Simpati Warga dan Tokoh Lintas-Agama

Artikel Terkait

Leave a Comment