samudrafakta.com

Peci Hitam Bung Karno: Simbol Perlawanan terhadap Penjajahan dan Kebotakan

Karena itulah, sebelum masuk ke arena rapat, Sukarno bersembunyi di balik tukang sate, mengamati satu per satu temannya yang berdandan ala orang Eropa.

“Kemudian aku bersoal dengan diriku sendiri: ‘Jadi pengikutkah engkau, atau jadi pemimpinkah engkau?’ ‘Aku pemimpin!’ jawabku menegaskan. ‘Kalau begitu, buktikanlah,’ kataku lagi pada diriku. ‘Hayo maju! Pakailah pecimu!Tarik napas yang dalam! Dan masuk sekarang!’ Begitulah kulakukan. Setiap orang memandang heran padaku tanpa kata‐kata.”

Bung Karno akhirnya mengikuti rapat dalam balutan outfit yang antimainstream pada masanya: memakai peci hitam. Namun, rapat itu tetap berlangsung dan tidak ada yang memprotes penampilannya.

Begitu rampung kuliah, Bung Karno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) dan mengadakan perjalanan ke beberapa kota di Jawa. Dan peci hitam masih selalu bertengger di kepala Sukarno selama menjalani safari politiknya. Dia merasa penampilannya semakin keren dengan adanya peci hitam di kepala.

Ketika menggelar rapat akbar di Solo, dia merasa kaum perempuan yang mendengarkan pidatonya di sana terkesima kepadanya—terutama pada peci hitam yang dikenakannya. Sukarno pun melihat ketersimaan itu sebagai peluang emas untuk mengampanyekan PNI sekaligus ideologi peci hitamnya.

Baca Juga :   Bung Karno Naik Haji (2): Pergi Haji setelah Mendapat ‘Desakan’

Sukarno kemudian mendekati perempuan-perempuan itu, membagikan beberapa peci hitam kepada mereka, lalu meminta mereka berkeliling di kerumunan massa untuk mengumpulkan uang saweran bagi pergerakan PNI. Walhasil, dalam suasana pergerakan saat itu, kopiah memiliki fungsi tambahan: menjadi alat untuk mengumpulkan sumbangan di tengah-tengah rapat akbar.

Peci hitam menjadi tambah populer setelah Bung Karno membacakan Indonesia Menggugat di Gedung Landraad Bandung—sebagai pembelaan atau pledooi ketika ia ditahan oleh Belanda di Penjara Banceuy dan Sukamiskin, Bandung,pada tahun 1930-1931. Sukarno mengenakan peci hitam saat membacakan pidato monumental itu—yang kemudian naskahnya menyebar sampai Eropa dan dibahas serius oleh ahli-ahli hukum.

Artikel Terkait

Leave a Comment