samudrafakta.com

Mengurai Benang Kusut Kebolehan dan Larangan Salam Lintas-Iman

Ilustrasi kaligrafi ucapan salam dalam Islam. FOTO: Dok. Samudra Fakta
Majelis Ulama Indonesia atau MUI mengeluarkan fatwa yang melarang salam lintas-agama. Menurut MUI, salam seperti itu merupakan sebuah bentuk toleransi yang keliru. Bagaimana fatwa ini jika ditinjau dari sisi keilmuan?

Pada suatu hari, Imam asy-Syafi’i nembang, “Wa anba-ani bi annal ‘ilma nurun wa nurullahi la yuhda li ‘ashi (Waki’ memberi tahu padaku, ilmu itu cahaya, dan cahaya Tuhan tidak diberikan pada orang maksiat).” Syair ini dibuat ketika Imam Syafi’i bertanya pada Waki’ bin Jarrah (w. 197 H.) mengapa hafalan sangat lamban, dan begitulah jawaban guru Imam Syafi’i.

Maksiat bisa menghambat cahaya masuk menembus hati manusia. Maksiat, bila diartikan secara harfiah, merupakan perbuatan yang melanggar syariat. Maksiat juga bisa diartikan secara kiasan. Dalam konteks ilmu pengetahuan, maksiat bisa diartikan sebagai subjektivitas yang menghambat objektivitas. Pengetahuan objektif tidak masuk ke dalam hati yang dipenui egosentrisme dan subjektivitas.

Imam al-Ghazali, dalam kitab Al-Risalah al-Ladunniyah mengatakan, menerangkan bahwa ada tiga cara untuk mendapatkan Ilmu Ladunni. Pertama, mempelajari seluruh ilmu dan mengambil bagian paling holistik (al-Awfar). Kedua, melakukan riyadhah dan muraqabah yang benar. Ketiga, melakukan refleksi (tafakkur), dengan mengikuti semua syarat-syarat berpikir rasional (Al-Ghazali, Al-Risalah Al-Ladunniyah, 2014: 62-63).

Baca Juga :   Umat Islam Indonesia Diimbau Tak Konsumsi Kurma Israel saat Ramadhan, Ini Daftar Mereknya dan Cara Mengenali Cirinya

Jika disederhanakan lagi, tiga macam cara mendapat ilmu ladunni dikelompokkan menjadi dua macam. Pertama, mempelajari semua ilmu yang sudah berkembang sebelum-sebelumnya, kemudian merefleksikannya secara kritis. Kedua, jalan spiritual.

Cara yang pertama sudah jamak di lingkungan akademik, yang disebut sebagai kajian pustaka atau literature review.

Hal yang sama bisa dilakukan untuk mengurai kontroversi hukum mengucapkan salam lintas-iman, sebagaimana Fatwa MUI pada Ijtima’ Ulama di Bangka Belitung, 28-32 Mei 2024.

Menurut Ketua Steering Comitte (SC) Ijtima Ulama Komisi VIII, Prof. KH. Asrorun Niam Sholeh, penggabungan ajaran berbagai agama, termasuk pengucapan salam dengan menyertakan salam berbagai agama, bukanlah makna toleransi yang dibenarkan.

Artikel Terkait

Leave a Comment