samudrafakta.com

Mengenang Perjalanan Karir Mantan Ratu Bulu Tangkis Indonesia Susi Susanti

Di dunia olahraga bulu tangkis, nama Susi Susanti dipastikan berada di posisi teratas. Prestasi yang dia torehkan sepanjang lebih 20 tahun memegang raket, tak hanya membuat harum Indonesia, melainkan juga menjadi kekaguman dunia.

Susi Susanti lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 11 Februari 1971 dari pasangan Risad Haditono dan Purwo Banowati. Pendidikan SD ditempuh di Tasikmalaya, SMP dan SMA Negeri di Ragunan, Jakarta Selatan, kemudian lanjut ke STIE Perbanas.

Sejak kecil Susi sudah berlatih bulu tangkis untuk mewujudkan mimpi ayahnya menjadi juara dunia bulutangkis–yang harus kandas lantaran dia mengalami cedera lutut semasa muda. Di bawah bimbingan sang ayah, fisik serta gerakan Susi di lapangan berkembang pesat.

Kelebihan Susi ini kemudian membuat sang paman, Anton Purwosugiono, meliriknya. Pemilik klub bulu tangkis Tunas Inti Tasikmalaya ini kemudian melatih Susi pada usia 10 tahun. Tidak lama kemudian, Susi menjadi juara bulu tangkis tingkat SD se-Priangan.

Pada 1985, Susi yang masih duduk di bangku SMP memutuskan mengepakkan lebih lebar sayap kariernya di dunia bulu tangkis dengan hijrah ke Jakarta dan bergabung dengan klub PB Jaya Raya di bawah asuhan pelatih Liang Ciu Sia.

Baca Juga :   Subsidi Motor Listrik Mulai Maret, Apakah Bakal Tepat Sasaran?

Tahun itu pula Susi sukses menyabet gelar juara World Championship Junior, saat usianya masih 14 tahun. Susi meraih gelar tersebut ketika turun di nomor tunggal putri, ganda putri, dan ganda campuran.

Sejak itu Susi mulai mengukir prestasi emasnya. Susi memenangkan All England pada 1990, 1991, 1993 dan 1994, World Badminton Grand Prix Finals lima kali berturut-turut dari tahun 1990 hingga 1994 serta di 1996, dan Kejuaraan Dunia IBF pada tahun 1993.

Puncaknya tentu saat Susi berhasil memenangkan medali emas tunggal putri di Olimpiade Musim Panas 1992 di Barcelona, Spanyol dan medali perunggu di Olimpiade Musim Panas 1996 di Atlanta, Amerika Serikat. Ia juga memimpin tim Indonesia meraih kemenangan atas juara abadi Tiongkok di kompetisi Piala Uber 1994 dan 1996.

Susi juga satu-satunya pemain wanita yang memegang gelar tunggal Olimpiade, Kejuaraan Dunia, dan All-England secara bersamaan. Dia memenangkan Japan Open tiga kali dan Indonesian Open lima kali. Dia juga memenangkan banyak seri Badminton Grand Prix dan lima Badminton World Cup.

Baca Juga :   Gagal Mitigasi Dibilang Berkah

Perawakannya yang relatif kecil, gaya servisnya yang begitu tersohor, footwork-nya yang tanpa tanding, pergelangan tangan yang kuat, dan mental yang tangguh, membuat Susi dianggap banyak orang sebagai salah satu pemain tunggal putri terhebat sepanjang masa.

Susi Susanti menikah dengan Alan Budikusuma pada 9 Februari 1997 setelah berpacaran selama 9 tahun. Pasangan ini dijuluki Pasangan Emas Olimpiade karena keduanya meraih emas Olimpiade untuk Indonesia pada Olimpiade Barcelona 1992.

Susi sebenarnya masih bisa melanjutkan karier, apalagi dia sangat ingin mendapatkan emas pada ajang Asian Games, karena itu adalah satu-satunya pertandingan yang belum pernah dia menangkan. Namun, setelah dinyatakan hamil pada 1998, ia memutuskan untuk gantung raket dan tidak mengikuti Asian Games.

Acara pelepasan Susi berlangsung di Istora Senayan pada 30 Oktober 1999, yang merupakan pelepasan pertama kali yang pernah dilakukan PBSI. Dihadiri 2.500 penonton, pada kesempatan itu PBSI memberikan hadiah penghargaan berupa emas seberat 25 gram.

International Badminton Federation (sekarang Badminton World Federation) pada bulan Mei 2004 memberikan penghargaan Badminton Hall of Fame kepada Susi Susanti. Sebelumnya, ia juga menerima Tanda Kehormatan Republik Indonesia Bintang Jasa Utama pada 1992.

Baca Juga :   Kabar Gembira Buat yang 'Mager': Nih, Tips Menurunkan Berat Badan Tanpa Olahraga

Kisah hidup Susi kemudian dibuat menjadi film biopik berjudul Susi Susanti: Love All yang dirilis pada 24 Oktober 2019. Kini, pasangan Alan dan Susi memiliki 3 orang anak, Laurencia Averina (1999), Albertus Edward (2000), dan Sebastianus Frederick (2003). Susi sendiri lebih mendorong anak-anaknya untuk mengejar karier selain di bulutangkis.

(Yadi)

Artikel Terkait

Leave a Comment