samudrafakta.com

Melawan Ekstrimisme, Radikalisme, dan Terorisme Dengan Ajaran Shiddiqiyyah

Problem radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme masih terus menghantui republik tercinta. Yang terakhir, seorang perempuan bersenjata api secara lone wolf berusaha menerobos penjagaan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (25/10/2022). Informasinya, perempuan penodong pistol itu merupakan pendukung simpatisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan sempat berkomunikasi dengan anggota NII.

Kejadian amaliyah terorisme yang mengarah ke Istana Presiden RI ini bukan yang pertama. Sebelumnya, pada 18 Desember 2017, seorang pria bernama Ivon Rekso alias Muhammad Khalifah pernah mencoba menerobos kompleks Istana Negara. Pada 2016, ada rencana serangan ke Istana Kepresidenan dilakukan oleh perempuan bernama Dian Yulia Novi alias Ayatul Nissa Binti Asnawi. Diketahui Dian tergabung dalam lingkaran jaringan teroris yang melakukan jihad demi amaliyah.

Belum soal indoktrinasi di jagad maya dari beberapa ustadz yang ‘menggemakan’ doktrin dan ajaran: Cinta Tanah Air tidak ada dalilnya! Cinta itu kepada Madinah, bukan Tanah Air. Ini problem serius dan urgent yang harus segera ditangani dan dicarikan jalan keluar.

Maka dari itu, seyogyanya pemerintah dengan semua aparatusnya—BNPT, Densus Antiteror 88, TNI, Polri, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Kementerian Agama, akademisi kampus, pesantren partner dan penyelenggara mainstreaming moderasi beragama—harus belajar ke Pesantren Shiddiqiyah, Ploso, Jombang, sebagai upaya mitigasi terhadap Radikalisme, Ekstrimisme dan Terorisme.

Baca Juga :   Mengenal Pesantren Pluralis-Multikultural yang Dibangun di Kediri

Pesantren yang mengajarkan moderatisme beragama, toleransi, wasathiyyah Islam dari hulu ke hilir, nyata dan tidak semu, praksis dan ‘turun ke bawah’ bukan karena getting engagement dalam tagar, seminar, dan podcast, apalagi demi proposal dan proyek besar. Semua tegak lurus demi NKRI.

Pesantren dan Tarekat Shiddiqiyah, yang berpusat di Desa Losari, Ploso, Jombang, merupakan tarekat unik dan out of mainstream, berbeda dengan tarekat pada umumnya. Penulis tidak mau berkomentar dan ikut berpolemik soalan apakah Tarekat Shiddiqiyah termasuk tarekat mu’tabar (diakui) oleh Induk Organisasi Tarekat Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh al-Mu’tabaroh an-Nahdliyyah JATMAN atau Jam’iyyah Ahli Thoriqoh Mu’tabaroh Indonesia (JATMI). Untuk urusan beginian, biar para Ulama, Kiai yang menilai.

Salah satu keunikan Tarekat Shiddiqiyah terletak pada doktrin yang diajarkan. Bila tarekat pada umumnya lebih berorientasi pada bimbingan spiritual (olah jiwa) melalui metode zikir dengan kekhasan masing-masing, maka tarekat Shiddiqiyah bukan hanya mengajarkan olah jiwa, tapi juga mengintegrasikannya dengan doktrin kemanusiaan dan kebangsaan. Shiddiqiyyah bukan sekadar kumpulan orang yang semata-mata mengejar kebahagiaan spiritual, tetapi juga sebuah komunitas yang memiliki kepekaan terhadap kondisi bangsa melalui penguatan ideologi kebangsaan demi keutuhan NKRI.

Baca Juga :   Lone Wolf: Senyap, Berbahaya, Ancaman Masa Depan

Tarekat yang dipimpin oleh Kiai Muchtar Mu’thi (Kiai Tar) ini mendoktrinkan pentingnya menjaga dan memupuk jati diri bangsa Indonesia: manunggalnya keimanan dan kemanusiaan, manunggalnya jiwa keagamaan dan jiwa kebangsaan. Syarat yang harus dipenuhi oleh calon murid Shiddiqiyah, yaitu kesediaan untuk menjalankan doktrin Delapan Kesanggupan, yang di antara poinnya adalah ‘sanggup cinta tanah air’ dan ‘berbakti kepada Negara Republik Indonesia’. Cinta tanah air, chubbul wathan minal iman, lau laa chubbul wathan lakharabal bilad, NKRI Harga Haqqul Yaqin dan berbakti kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi ruh ajaran kebangsaan (nasionalisme) Shiddiqiyyah.

Soal ajaran tasawuf kebangsaan (nasionalisme) Pesantren dan Tarekat Shiddiqiyah menanamkan laku paket komplet kombo, baik symbolic maupun action capital. Secara simbolik, jika kita berkunjung ke Pesantren ini, banyak dibangun monumen-monumen yang menggambarkan pentingnya cinta tanah air. Monumen tersebut dibangun dengan arsitektur yang indah dan memiliki ciri khas, seperti monumen bertuliskan chubbul wathon minal iman (cinta tanah air bagian dari iman), law la chubbul wathon la kharaba al-bilad (seandainya bukan karena cinta tanah air, niscaya negara akan hancur), dan lainnya.

Baca Juga :   Kriteria Penerima Rumah Syukur Ditentukan secara Detail agar Program Tepat Sasaran

Artikel Terkait

Leave a Comment