samudrafakta.com

KH. Moch. Muchtar Mu’thi (2): Keturunan Nabi yang Membawa Pembaharuan Pengajaran Tarekat

Terobosan Dakwah Tarekat

Hampir sepuluh tahun Muchtar berada di Lamongan, hingga pada suatu hari Nyai Nasikhah, ibunya, memerintahkannya kembali ke Ploso. Dia diminta untuk memperbaiki kondisi sosial-religi Ploso yang dirasa semakin meresahkan. Orang yang shalat di masjid tinggal sedikit. Hanya menyisakan tinggal satu keluarga Mudin Malik dan keluarga Nyai Nasikhah saja.

Mendapat perintah ibunya, juga inspirasi QS. Al-Zumar: 53, Kiai Muchtar pun pulang ke Ploso pada tahun 1959. Di sana dia berusaha memperbaiki kondisi sosial-religi masyarakat setempat sembari menghidupkan kembali nama Shiddiqiyyah.

Kiai Muchtar menemui kendala yang tidak mudah di Jombang. Pasalnya, ketika itu Jombang dipenuhi orang-orang yang gemar mabuk-mabukan, judi, main perempuan, dan perbuatan lain yang menyimpang dari syariat Islam. Karena kondisi masyarakatnya seperti itu, sampai-sampai daerah tersebut dikenal dengan sebutan ‘kepet’.

Menyebarkan tarekat—yang melarang itu semua—pastilah tidak mudah di tengah kondisi masyarakat seperti itu. Apalagi sudah jamak diketahui bahwa tarekat pada umumnya mengharuskan pengikutnya menjalankan syariat secara lengkap.Bukan hanya yang wajib, namun juga yang sunnah, bahkan mubah.

Baca Juga :   THGB Menumbuhkan Cinta Tanah Air (3):  Tersedia Juga dalam ‘Lite Version’ Bernama Bustan Tsamrotul Qolbis Salim

Namun, yang menarik dari Kiai Muchtar adalah dia tidak menjadikan ‘SOP’ tarekat sebagai acuan dalam berdakwah.Muchtar menggunakan metode yang tidak biasa, yaitu metode “terbalik”. Dia mengajarkan tarekat dengan tidak memaksakan pemenuhan kewajiban-kewajiban syariat Islam. Dia mengamalkan pola dakwah melalui pengenalan Islam lewat tarekat, bukan sebaliknya, mengenalkan tarekat lewat Islam.

Penekanan ajaran tauhid dalam tarekat ia kedepankan di atas semua persoalan lainnya. Barangkali dia berpikir, setelah kemantapan tauhid seseorang terbentuk, kondisi itu akan dengan sendirinya membuat orang itu sadar bahwa kewajiban syariat itu perlu untuk mendukung prinsip tauhidnya. Ketika keyakinan sudah mantap dalam dada, bakal tumbuh kesadaran bahwa mengesampingkan kewajiban syariat bakal menyebabkan kurang sempurnanya tauhid seorang hamba.

Apa yang dilakukan Kiai Tar merupakan satu tindakan yang berani. Dia menempuh jalan dakwa tak biasa. Jika dibandingkan dengan pakem dakwah tarekat lain, barangkali apa yang dilakukan oleh Kiai Tar ini bisa disebut perubahan baru.

Artikel Terkait

Leave a Comment