samudrafakta.com

Jihad Literasi Pesantren Kreatif Baitul Kilmah (2):  Membentuk Santri sebagai Penulis, Penerjemah, Sekaligus Kreator

Santri Ponpes Kreatif Baitul Kilmah, Bantul, dididik untuk menjadi penulis, penerjemah, dan kreator konten. FOTO: SF/Imam Nawawi

Dalam waktu satu hingga dua bulan, Aguk melanjutkan, mahasiswa PPL sudah berhasil melahirkan beberapa karya sesuai arahan dari pihak kampus. Sebagian kampus mensyaratkan mahasiswa PPL bisa menerjemah kitab kuning, menyalir manuskrip Pegon, atau membuat antologi puisi dan cerpen.

Peran Baitul Kilmah adalah pendampingan teknis. Selain itu, Baitul Kilmah juga hanya mendiskusikan problem-problem teknis soal kepenulisan dan penerjemahan, terutama terkait alasan-alasan teknis untuk mengatasi kesulitan penulisan dan penerjemahan, dan motivasi menjadi produktif-kreatif.

Alhasil, Baitul Kilmah tidak menawarkan alternatif-alternatif teoritis konseptual apapun yang melampaui pendidikan di perguruan tinggi maupun pondok pesantren. Jika pun ada, maka sebatas teori dan konsep yang bersifat teknis-praktis.

Semisal, dalam kasus penerjemahan naskah Arab klasik ke bahasa Indonesia, Baitul Kilmah berpegang pada 4 (empat) tahap prinsipil:

Pertama, penguasaan ilmu alat, seperti bahasa Arab, nahwu, dan sharraf. Kitab Al-Ajurrumiyah karya Ibnu Ajurrum, Amtsilatut Tashrif karya Kiai Muhammad Ma’shum, dan kamus Al-Munawwir karya Ahmad Warson Munawwir dianggap sebagai bekal yang cukup oleh Baitul Kilmah.

Baca Juga :   Surat Terbuka untuk Menteri Agama

Kedua, penguasaan disiplin ilmu dalam naskah sumber. Seorang penulis, lebih-lebih penerjemah, tidak cukup mengandalkan ilmu alat. Naskah sumber meliputi disiplin ilmu yang luas dan berbeda-beda, seperti teologi, hukum, sastra, sejarah, dan lainnya.

Artikel Terkait

Leave a Comment