samudrafakta.com

Fatwa Golput Haram MUI Ternyata Ditentang Banyak Cendekiawan Muslim

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis menyebut orang yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum (Pemilu)—yang biasanya disebut golongan putih atau golput—hukumnya haram. Fatwa ini ditentang banyak pihak, terutama cendekiawan Muslim

MUI pertama kali mengeluarkan fatwa golput haram setelah menggelar Ijtimak Ulama Komisi Fatwa MUI III Tahun 2009 di Padang Panjang, Sumatera Barat. Menurut MUI waktu itu, fatwa tersebut lahir sebagai respons terhadap meningkatnya angka golput di setiap pelaksanaan Pemilu.

Sebagai informasi, menurut data yang tercatat di KPU, jumlah pemilh golput dalam Pemilu meningkat dari periode 2004 ke 2009.

Pada 2004, tercatat ada 23,30 persen pemilih golput. Angka ini bertambah pada 2009, menjadi 27,45 persen di 2009. Fakta data inilah yang kemudian menjadi salah satu pertimbangan MUI  dalam menerbitkan fatwa golput haram pada tahun 2009.

Terbitnya fatwa tersebut tidak lantas membuat jumlah  pemilih golput menurun. Malah bertambah. Pada Pemilu 2014, sebagaimana data yang tercatat di KPU, jumlah pemilih golput meningkat lagi jadi 30,42 persen. Namun, pada tahun 2019, angka itu menurun, tinggal 19,24 persen.

Baca Juga :   Wahai Pendukung Fanatik Capres-Cawapres Jangan Sampai Gila, Simak Tips Sehat Keluar dari Election Stress Disorder

Sementara itu, berdasarkan salinan Keputusan Ijtimak Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III tahun 2009 tentang Masa’il Asasiyah Wathaniyah (Masalah Strategis Kebangsaan), terdapat sejumlah poin terkait penggunaan hak pilih dalam Pemilu. Di antaranya, memilih pemimpin (nashbu al imam) dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama.

MUI juga menyebut bahwa memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah wajib. Lalu, memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, atau sengaja tidak memilih, padahal ada calon yang memenuhi syarat, hukumnya haram.

Menurut Cholil Nafis, MUI tetap berpegangan pada fatwa tersebut pada Pemilu 2024 mendatang.

“Kalau memang sudah ada yang ideal, kemudian dia tidak memilih, memang hukumnya haram. Artinya, kalau ini sudah ada calon yang secara hukum sah, secara presentasi diri itu juga cukup, maka berarti tidak memilih hukumnya haram,” ujar Cholil, dikutip dari CNNIndonesia.com, Selasa (19/12/2023).

Baca Juga :   Untuk Menghindari Pecah-Belah, Tak Ada Pemilu di Baduy Dalam

Artikel Terkait

Leave a Comment