samudrafakta.com

Fakta-Fakta Penculikan 97/98 (3-Habis): Internal TNI Saling Bela Diri, Mengabaikan Nasib Korban

Menurut kesaksian Mugiyanto, Anggota PRD khusus hubungan internasional di Eropa, yang dihilangkan pada 13 Maret 1998, dia ditangkap oleh beberapa orang di Rusun Klender.[2] Mugiyanto menerangkan bahwa ia sempat mampir di kantor Koramil Duren Sawit dan sebuah Kodim yang dia sendiri tidak tahu Kodim mana itu.

Menurut Mugiyanto, di kantor yang disebut ‘Kodim’ itu dia menjadi rebutan antara aparat Koramil Duren Sawit dan para penculiknya.[3] Kesaksian Mugiyanto ini menunjukkan bahwa praktik penghilangan paksa yang dia alami bukan hanya melibatkan Kopassus.

Berangkat dari keterangan inilah, bisa jadi, Kodam Jaya terlibat. Minimal mengetahui operasi itu.

Sementara itu, pasca-peristiwa penculikan di Rusun Klender, Pangdam Jaya Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan bahwa aparat keamanan telah menemukan bukti-bukti donatur PRD, yang didapat setelah pihaknya menangkap aktivis PRD di rusun tersebut.

“Itu berdasarkan dokumen yang ditemukan. Jadi, saya banyak tahu dari mereka sendiri,” kata Sjafrie.[4]

Dari pernyataan tersebut, Sjafrie—langsung atau tidak langsung—mengakui bahwa Kodam Jaya ikut melakukan, atau minimal mengetahui penghilangan paksa aktivis di rusun tersebut.

Baca Juga :   Profil Pius Lustrilanang, Aktivis 98 yang Ruang Kerjanya Disegel KPK

Dugaan Kodam Jaya terlibat juga diketahui dalam kasus penghilangan paksa tahun 1997. Misalnya, dalam peristiwa penghilangan paksa Dedi Hamdun, simpatisan Mega-Bintang. Ketika salah seorang keluarga Dedi diperiksa seorang perwira Kodam, Pangdam Jaya ketika itu, Mayjen Sutiyoso, melarang mereka untuk mencari Dedi Hamdun. “Kalau mau tahu, dia sedang kami bina ‘di dalam’,” kenang seorang keluarga Dedi Hamdun, meniru ucapan Sutiyoso.[5]

Andi Arief, mantan Ketua Umum SMID yang juga menjadi korban penculikan, juga menyatakan bahwa peristiwa penghilangan paksa bukan hanya dilakukan Kopassus. Menurut Andi, beberapa fakta yang dia alami menunjukkan adanya operasi besar dari pihak ABRI. Operasi yang besar, prosedural, sistematis, dan terencana dari ABRI, kata Andi.

Dan menurut dia, semua menjadi tanggung jawab pimpinan ABRI. Jika pun dalam fakta lapangan yang paling menonjol adalah Kopassus, kata Andi, itu persoalan lain. Tentu pimpinan ABRI sangat tahu operasi itu. Dan itu harus dipertanggungjawabkan.[6]

Sejumlah kejanggalan sekaligus kecurigaan institusi lain terlibat juga diungkapkan oleh korban lain yang selamat. Beberapa aktivis yang telah dilepaskan mengaku sempat bertemu dengan para aktivis yang masih hilang hingga saat ini di tempat penyekapan.

Baca Juga :   Jangan Putihkan Kasus Penculikan Aktivis Demi Kekuasaan

Desmond J. Mahesa, korban penculikan yang selamat, mengaku sempat bertemu Yani Afri, Sonny, dan Herman Hendrawan.[7] Demikian juga Raharja Waluya Jati, juga mengaku sempat bertemu Herman Hendrawan, Sonny, dan Yani Afri yang sudah lebih dulu disekap di Markas Tim Mawar. Mereka juga mengaku tahu bahwa sebelumnya di tempat itu ada Dedi Hamdun, Ismail, dan Noval Alkatiri.[8]

Artikel Terkait

Leave a Comment