samudrafakta.com

Dua Polisi Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Divonis Bebas

SURABAYA | SAMUDRA FAKTA–Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memvonis bebas terdakwa kasus tragedi Kanjuruhan, AKP Bambang Sidik Achmadi, pada 16 Maret 2023. Bambang merupakan satu dari tiga terdakwa dari anggota Polri.

Sebelumnya, Majelis Hakim PN Surabaya juga memutus bebas bekas Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, karena juga dinyatakan tidak terbukti melakukan pidana karena kealpaan menyebabkan orang meninggal. Seperti yang diatur Pasal 359, pasal 360 ayat 1, dan pasal 360 ayat 2 KUHP.

Sedangkan bekas Danki 1 Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarmawan, dihukum satu tahun enam bulan penjara. Ketua Majelis Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya menilai Hasdarmawan terbukti memerintahkan anggotanya menembakkan gas air mata ke arah tribun Stadion Kanjuruhan.

Sementara itu, dua terdakwa lainnya, Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Arema FC Abdul Haris dan Security Officer Suko Sutrisno juga divonis ringan. Haris divonis 1 tahun 6 bulan, dan Suko Sutrisno divonis 1 tahun penjara.

Dua terdakwa lainnya adalah bekas Komandan Kompi 3 Batalyon A Pelopor Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarmawan dan eks Kabag Operasi Polres Malang AKP Wahyu Setyo Pranoto.

Baca Juga :   Sederet Fakta Terkait Anak Perwira Polisi di Medan yang Aniaya Mahasiswa

Sebagai komandan pasukan pengendali massa (dalmas), sebenarnya Bambang juga memerintahkan anak buahnya untuk melepaskan tembakan gas air mata ke arah kerumunan suporter. Namun hakim menilai gas air mata pasukan dalmas tak mencederai suporter karena asapnya hilang tertiup angin.

Vonis bebas terhadap dua terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan disambut demonstrasi oleh mahasiswa di Malang. Sekitar 200-an mahasiwa dan pemuda yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Malang Raya dan Aksi Kamisan menggelar unjuk rasa di depan Balai Kota Malang, Kamis, 16 Maret 2023. Mereka menuntut keadilan bagi 135 korban tewas tragedi tersebut dan ratusan orang lainnya yang mengalami luka-luka.

“Vonis itu tidak berperikemanusiaan, tidak memberikan keadilan kepada keluarga korban,” tutur salah seorang pengunjukrasa dalam orasinya.

Putusan PN Surabaya, menurut mereka, tidak memberikan rasa keadilan dan tak sebanding dengan hilangnya 135 nyawa. Majelis hakim, menurut mereka, tidak mempertimbangkan 135 nyawa. Ia menilai majelis hakim tidak memiliki hati nurani dan meresahkan keluarga korban. “Korban 135 nyawa seolah tidak berarti,” kata orator tersebut.

Baca Juga :   Kasus Klitih Yogyakarta: Terdakwa Dipaksa Mengaku, Fakta-Fakta Sidang Diabaikan

Di sela aksi, mereka juga mendoakan para korban yang meninggal. Mengenakan pakaian serba hitam, mereka menilai tragedi Kanjuruhan merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat dan kejahatan kemanusiaan. Lantaran, memenuhi unsur tindak pidana pelanggaran HAM berat.

“Dilakukan secara sistematis, meluas dan secara berganda dari kebijakan organisasi,” kata Koordinator BEM Malang Raya, Adi Rangga Parawansa.

Mereka juga menyebut kejanggalan dalam jalannya sidang Tragedi Kanjuruhan. Antara lain, ketiga terdakwa yang berstatus anggota polisi aktif didampingi penasihat hukum yang juga anggota polisi. Sehingga menimbulkan konflik kepentingan dalam mengungkap fakta di persidangan.

(Yadi)

Artikel Terkait

Leave a Comment