AGAM – Letusan Gunung Marapi di Kabupaten Agam dan Tanah Datar, Sumatera Barat, yang ‘mendadak’ mengakibatkan 11 orang pendaki meninggal dunia. Tim SAR juga kesulitan mencari 12 orang pendaki karena kawah Gunung Marapi masih mengeluarkan material vulkanik. Kenapa letusan Gunung Marapi sulit diprediksi?
Tidak seperti gunung berapi lainnya di Indonesia, gunung Marapi menyimpan keunikan tersendiri. Gunung yang terletak di Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat ini ternyata jarang menunjukkan aktivitas vulkanik di Kawah Verbeek.
Padahal selama ini, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), dalam memantau gunung berapi, selalu berpatokan pada aktivitas vulkanik–seperti suara gemuruh disertai gempa. Kawah Verbeek Gunung marapi berbentuk lubang raksasa, dan tidak terlihat ada asap dari dalamnya.
“Ini yang membuat kita, masyarakat, melihat gunung ini seperti aman, tidak ada apa-apa. Yang sangat berbahaya yang diam seperti ini. Oleh karenanya, relasinya dengan kenapa ada di Level II, karena seperti ini. Level II artinya lebih ke preventif. Secara visual memang tidak ada apa-apa, dan secara kegempaan mungkin hanya ada satu gempa per bulan. Tapi, sejarahnya, erupsinya selalu terjadi,” kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Hendra Gunawan dilansir dari Tempo.co, Senin (4/12/2023).
Hendra menjelaskan, Gunung Marapi termasuk salah satu gunung api yang sulit diprediksi gejala letusannya kendati peralatan untuk memantau gunung api ini relatif lengkap. “Memang sifat dari erupsi Gunung Marapi ini sangat sulit dideteksi,” kata Hendra.