samudrafakta.com

Viral Usai Diucapkan Rocky Gerung, Ini Sejarah Awal Kata “Bajingan”

Kata “bajingan” sedang viral usai diucapkan pengamat polik sekaligus akademisi Rocky Gerung. Rocky melontarkan kata “bajingan tolol” di depan sebuah forum, yang diasumsikan oleh sebagian besar publik ditujukan kepada Presiden Jokowi. Alhasil, Rocky Gerung pun dilaporkan sejumlah pihak ke polisi karena dinilai melontarkan umpatan atau kata-kata yang tak senonoh kepada kepala negara.

Kata “bajingan”, faktanya, memang dimaknai secara negatif. Padahal jika menelusuri sejarah awal atau terminologi kemunculan kata “bajingan”, ternyata makna aslinya sangat jauh dari apa yang dipahami oleh khalayak luas saat ini.

Sebelum mengetahui apa makna asli bajingan, perlu dipahami bahwa banyak istilah bahasa merupakan produk masyarakat. Sebab, bahasa sendiri adalah produk budaya. Demikian pula dengan kata “bajingan”. Diksi ini muncul dari sebuah produk budaya dalam masyarakat Jawa.

Kata “bajingan”, dalam konteks terminologi Jawa, merujuk pada sebuah profesi yang ada dalam masyarakat Jawa. Artinya “sopir” atau “pengendali” moda transportasi tradisional masyarakat Jawa, yaitu gerobak sapi. Mungkin sama dengan “kusir” atau “sais” dalam bahasa kini.

Baca Juga :   Akrobat Kampanye Capres-Cawapres: Hiburan Palsu untuk ‘Menipu’ Gen Z?

Jika merujuk pada pengertian tradisional tersebut, maka bisa dikatakan “bajingan” sebenarnya tidak membawa makna makian atau umpatan.

Namun, makna itu mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Buktinya, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pun mengartikan “bajingan” sebagai “penjahat, pencopet atau makian untuk orang yang kurang ajar”.

Dalam buku “Mengulas yang Terbatas, Menafsir yang Silam” karya mahasiswa Sejarah Universitas Sanata Dharma 2015, “bajingan” yang dimaksud dalam KBBI merujuk kepada kata dasar “bajing”, yang berarti “tupai”—yakni binatang pengerat yang sering mencuri kelapa dan dianggap sebagai pengganggu masyarakat.

Kata benda “bajing” ini kemudian melahirkan istilah turunan dengan akhiran “-an” yang kemudian menjadi sifat “bajingan”. Nah, istilah turunan itulah yang kemudian dimaknai menggambarkan sifat jahat dari seseorang yang menjadi sumber keresahan lingkungan masyarakat—seperti bajing atau tupai yang menjadi hama bagi tanaman masyarakat.

Namun, belum ditemukan hasil studi tentang keterkaitan istilah “bajingan” dalam tradisi Jawa dengan versi KBBI—apakah memang berkaitan lalu mengalami perubahan makna, atau memang keduanya lahir sendiri-sendiri hasil dari konteks budaya yang sama sekali berbeda.

Baca Juga :   Jika Kabar Intervensi Kasus E-KTP Benar-Benar Diusut, Sepertinya Bukan Jokowi yang ‘Kegocek’

Terlepas dari itu, kata “bajingan” yang dikenal publik saat ini adalah diksi yang diinterpretasikan dalam KBBI, di mana istilah tersebut dipahami membawa makna negatif.

Artikel Terkait

Leave a Comment