samudrafakta.com

Sunan Muria (2): Wali Pecinta Lingkungan dan Peruwat Bumi

Kesalehan lingkungan dalam ajaran Sunan Muria berikutnya dapat ditemukan pada situs air gentong keramat yang berada di lokasi makam Sang Sunan. Air itu diyakini menyimpan tuah. Namun, terlepas dari kepercayaan terhadap kekeramatannya, air gentong tersebut sebenarnya menjelaskan tentang simbol spiritual. Keberkahannya menyembuhkan dan mencegah penyakit, membersihkan kotoran jiwa, dan memberikan manfaat kecerdasan, merupakan inspirasi yang hadir dari spiritual Islam. Dapat dikatakan jika air tersebut merupakan simbol spiritual sekaligus medis-ilmiah.

Sebagamana hasil penelitian Masaru Emoto dari Jepang, air dapat mentransformasi segala pesan yang masuk ke dalamnya, sehingga dapat membentuk kualitas fisik air tersebut dan menghadirkan manfaat. Demikian halnya kasus air gentong Sunan Muria, ketika dia mendapat stimulus yang baik berupa doa, harapan dan iktikad baik dari yang percaya kepada kekeramatannya, maka air itu akan menjadi media untuk mentransformasikan kebaikan-kebaikan seperti diharapkan oleh konsumennya.

Jejak Sunan Muria selanjutnya adalah bulusan dan kayu adem ati. Bulus atau penyu dan pohon keramat adem ati itu, menurut cerita masyarakat Pegunungan Muria, sempat menghilang selama ratusan tahun hingga akhirnya tampak kembali pada 17 Agustus 1945—bertepatan dengan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Baca Juga :   Raden Patah (1): Wali-Raja Keturunan Majapahit yang Punya Banyak Nama

Bulus dan kayu tersebut dipercaya sebagai simbol kesetaraan relasi antara manusia dengan alam—yang sama-sama makhluk Tuhan. Masyarakat Muria dan sekitarnya, hingga kini, masih menjalankan ritual untuk menghormati bulus dan kayu tersebut, untuk mengingatkan mereka tentang pentingnya menghormati keduanya sebagai sesama makhluk.

Menurut mitos yang berkembang di masyarakat Muria, bulus tersebut adalah jelmaan manusia pada masa Sunan Muria. Karena itulah masyarakat segan melukai atau mengganggu kehidupan makhluk yang dipandang sebagai nenek moyang mereka itu. Pemahaman ini menjadi sarana pembelajaran agar manusia selalu memperlakukan makhluk lain dengan baik, sebagaimana berperilaku terhadap sesama manusia—di mana ajaran ini juga terdapat dalam Al-Quran dan hadits.

Sedangkan hutan jati keramat di Gunung Muria, konon, mengisahkan cinta berdarah putri Sunan Muria dengan seorang muridnya. Hutan ini berusia ratusan tahun, jika dihitung sejak zaman Sunan Muria, dan lestari hingga kini. Tak seorang pun berani menebang pohonnya karena takut bakal kena sial.

Artikel Terkait

Leave a Comment