samudrafakta.com

Sukarno: Ramadhan Bukan Bulan yang Melemahkan Perekonomian

Dokumentasi ketika Presiden Sukarno usai shalat berjamaah. Bung Karno mengkriitik orang Islam yang bermalas-masalan di siang hari bulan Ramadhan, (Dok Istimewa)
Layaknya orang Islam pada umumnya, Presiden Pertama Republik Indonesia (RI) Sukarno mengerjakan kewajiban syariat. Dia shalat, dia puasa. Terkait ibadah puasa, dia tercatat pernah melontarkan kritik terhadap orang Islam yang suka bermalas-malasan di siang hari bulan Ramadhan.

Bung Karno pernah mengkritisi puasa masyarakat Turki yang sangat getol menghabiskan malam Ramadhan untuk memperbanyak beribadah, tapi di siang harinya, mereka bermalas-malasan.

Bagi Sukarno, berpuasa Ramadhan tak boleh menjadi alasan untuk malas-malasan di siang hari. Namun kenyataannya, di Turki, ada orang yang selama bulan Ramadhan mengisi malamnya untuk beribadah—seperti tadarus Al-Quran, iktikaf, salat tahajud, dan ibadah-ibadah sunnah lain—sampai kurang tidur dan beristirahat. Maka dari itu, siang harinya ketika berpuasa, mereka ‘membayar utang’ tidur malam sebelumnya.

Perilaku seperti itu mendapat kritik dari Sukarno.

Kritik tersebut dia sampaikan melalui tulisannya yang dimuat dalam suratkabar Panji Islam pada tahun 1940, berjudul Apa Sebab Turki Memisah Agama dari Negara?

Dalam kritiknya, Bung Karno menyorot beberapa faktor penyebab kemunduran Turki Ottoman pada masa itu. Salah satunya, menurut Sukarno, adalah etos bekerja masyarakat Turki di siang Ramadhan.

Baca Juga :   Pemerintah Arab Saudi Tetapkan 1 Ramadhan 1445 H Jatuh Pada Senin, 11 Maret 2024

Kata Sukarno, di siang bulan puasa orang Turki kurang tenaga, letih, lesu, dan ‘tidak menyala’ dalam beraktivitas karena terlalu sibuk dan berlebihan beribadah di malam hari.

Menurut Sukarno, Ramadhan bukanlah bulan yang melemahkan perekonomian. Bukan bulan menurunnya perfoma kerja. Itu jika puasa Ramadhan dijalankan dengan cara yang benar.

Kita mengetahui semua bahwa puasa di bulan Ramadhan itu, asal kita kerjakan dengan cara yang benar, tidak melemahkan kita punya kegiatan bekerja, tidak membuat kita seperti orang yang sakit TBC, tidak memadamkan perekonomian rakyat,” tulis Sukarno dalam artkelnya

Tulisan tersebut merupakan kesimpulan dari pengamatan Bung Karno terhadap masyarakat Turki tatkala Ramadhan tahun 1940-an. Setiap malam mereka begadang, menghabiskan waktu dari rumah ke rumah untuk silaturahmi, menghabiskan makanan di malam hari, tidak tidur hingga Subuh untuk beribadah, namun paginya malas-malasan, terlambat datang kerja, dan lain sebagainya.

Datang telat, mangkir sama sekali, lekas pulang karena sakit ‘pusing-kepala’, semua itu dialaskanlah kepada Ramadhan. Perdagangan dan transport seperti mendapatkan penyakit lumpuh, kaum-kaum dagang seperti duduk tidak bernyawa menjaga mereka punya toko, tak peduli barang-barangnya laku atau tidak laku,” tulis Bung Karno, menggambarkan bagaimana mundurnya Turki karena dinilai gagal dan salah paham memaknai Ramadhan.

Baca Juga :   Sederet Menu Khas Timur Tengah yang Cocok untuk Berbuka Puasa

Sukarno juga menegaskan bahwa Ramadhan adalah bulan tahan menderita. Pernyataan ini dia sampaikan ketika berpidato di pekan pertama Ramadhan 1947, di mana ketika itu Belanda sedang melancarkan agresi militer.

Menurut Sukarno, dalam pidatonya, ketika umat Islam di Indonesia seharusnya bersukacita menyambut kedatangan Bulan Suci, Belanda melakukan agresi militer dan menduduki kota-kota penting sejak hari pertama pelaksanaan ibadah puasa.

“Selama beberapa lamanya dalam Bulan Suci ini, musuh kita bangsa penjajah Belanda, bangsa reaksioner Belanda, menyerang kita. Jadikanlah setiap rumah pertahanan. Jadikanlah setiap hutan, sungai, parit-parit, pertahanan kita,” ujar Soekarno, 24 Juli 1947, sebagaimana dirangkum oleh Pramoedya Ananta Toer dkk. dalam Kronik Revolusi pada tahun 2001.

Sukarno menganalogikan puasa sebagai penderitaan untuk melatih diri, dan Lebaran sebagai kemerdekaan, buah hasil dari penderitaan atau perjuangan selama satu bulan.

Maka, jika ingin mendapatkan kemerdekaan ketika Lebaran, jangan malas-malasan ketika puasa Ramadhan. Puasa adalah perjuangan menempa diri, bukannya malah dijadikan momentum untuk bermalas-malasan.

Karena tidak bakal ada kemerdekaan bagi orang-orang yang malas.◼︎

Baca Juga :   Rusia Bakal Bangun Patung Sukarno di Taman Seni Museon Moskow

Artikel Terkait

Leave a Comment