samudrafakta.com

Sukarno dan Kuliner (1): Menerapkan Politik Pangan sebagai Manifesto Cinta terhadap Kuliner Indonesia

Sukarno tahu bahwa rakyatnya sudah sangat ‘kecanduan’ beras sebagai panganan pokok. Alasan inilah yang kemudian mendesaknya untuk menemukan panganan alternaltif bagi rakyatnya. Rakyat Indonesia yang sudah kecanduan beras ini dinilainya menyebabkan masalah. Sebab, kendati produk beras di dalam negeri meningkat, kapasitasnya tidak cukup untuk seluruh masyarakat.

Alhasil, Sukarno setiap tahunnya harus mengeluarkan uang sampai USD150 juta hanya untuk impor beras. Inilah hal yang tidak diinginkan oleh Sukarno. Sehingga, ambisi proyek politik kuliner lewat Mustikarasamenjadi salah satu priotitas proyek strategisnya.

Puncak proyek politik pangan ini berlangsung pada tanggal 17 Agustus 1964. Dalam pidato kenegaraannya yang bertajuk Tahun Vivere Pericoloso (Tavip), Sukarno pernah mengucapkan sebuah kalimat yang akan mengubah karir politiknya, “Sejak 17 Agustus 1964 ini saya mengkehendaki kita tidak akan membikin kontrak baru bagi pembelian beras dari luar negeri!”

Pernyataan dalam pidato tersebut sontak menyulut amarah dari masyarakat luas dan langsung membuat harga bahan pangan meroket tajam. Beras kemudian menjadi bahan pangan yang paling terdampak, sampai-sampai rakyat Indonesia harus membuat Tiga Tuntutan Rakyat atau Tritura yang salah isinya menyurakan untuk menurunkan harga pangan, yakni beras.

Baca Juga :   Ingat Pesan Megawati, Pramono Anung Kunjungi Ndalem Pojok Kediri

Menurut JJ Rizal dalam Mustikarasa, Soe Hok Gie pernah membuat sebuah esai yang mengulas tentang guncangan sosial yang diakibatkan oleh langkanya bahan pokok. Soe Hok Gie melaporkan bahwa harga beras naik mulai dari 300-500 persen besarnya!

Situasi negeri yang kacau kacau oleh naiknya harga pangan ini kemudian diikuti meletusnya Gerakan 1 Oktober atau Gestok dan tidak baiknya kinerja dari kabinet Dwikora. Ketiga masalah ini kemudian menjadi bumerang bagi Sukarno akibat ambisi politiknya.

Krisis kepercayaan terhadap pemerintah merebak hingga sampailah di peristiwa kudeta merangkak terhadap dirinya yang dilakukan oleh kelompok tentara pimpinan Soeharto pada bulan Februari 1967.

Namun demikian, kendati Sukarno telah dikudeta dan dilupakan oleh rekan-rekan sejawatnya, termasuk Hatta, proyek politik buku Mustikarasa dambaan Sukarno tetap diterbitkan oleh Kementrian Pertanian di bawah pimpinan Menteri Soetjipto pada tahun 1967.—-bersambung…

(Wijdan | Diolah dari Berbagai Sumber)

Artikel Terkait

Leave a Comment