samudrafakta.com

Sejarah 14 Februari 1945: PETA Berontak, dan Hilangnya Sudanco Supriyadi

BLITAR — Enam bulan sebelum proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, Blitar sudah menyalakan api perlawanan bersenjata kepada penjajahan Jepang. Sudanco Supriyadi atas pertimbangan Ir Sukarno, berani mengangkat senjata melawan Jepang.

Hilang setelah pemberontakan, keberadaan Supriyadi yang pernah diangkat menjadi Menteri Keamanan Rakyat masih misterius hingga kini. Kuburan maupun jejaknya seperti hilang ditelan bumi. Ada yang mengatakan Supriyadi sudah dieksekusi oleh tentara Jepang, tapi juga ada yang menyakini Supriyadi masih  hidup tapi tidak diketahui lokasinya.

Supriyadi adalah sosok penting dalam sejarah militer Indonesia. Dia adalah orang yang melakukan pemberontakan terhadap penjajahan Jepang di Blitar. Supriyadi lahir di Trenggalek, pada 13 April 1923 dengan nama kecil Priyambodo, putra Bupati Blitar R. Darmadi.

Dilansir laman esi.kemdikbud.go.id, Supriyadi menghilang sejak 14 Februari 1945 setelah memimpin pemberontakan PETA terhadap terhadap tentara pendudukan Jepang dan tidak pernah diketahui keberadaannya hingga kini. Sejak remaja ia memiliki semangat patriotis yang membara terhadap cikal bakal Negara Republik Indonesia. Semangat itu terinspirasi dari nilai-nilai kepahlawanan dalam cerita wayang yang diajarkan oleh kakeknya.

Supriyadi memulai pendidikannya di Europeesche Lagere School (ELS) di Blitar, kemudian melanjutkan ke sekolah menengah di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Setamat dari MULO ia masuk ke Sekolah Pamong Praja di Magelang. Belum tamat dari sekolah tersebut Supriyadi harus berhenti sekolah karena Jepang menginvasi Hindia Belanda. Setelah Jepang menguasai Hindia Belanda, Supriyadi mengikuti pelatihan Seimendoyo di Banten dan dilanjutkan mengikuti pelatihan instruktur tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.

Karir militer Supriyadi dimulai sebagai instruktur yang diangkat oleh Jepang untuk pembentukan tentara PETA. Supriyadi ditempatkan di Peleton I Kompi II di Blitar. Kebenciannya terhadap Jepang muncul setelah ia menyaksikan kekejaman tentara Jepang terhadap masyarakat Indonesia kala itu.

Pada masa pendudukan Jepang rakyat Indonesia hanya boleh mendengarkan berita yang disiarkan oleh pihak Jepang. Berita-berita yang disiarkan pun hanya merupakan propaganda kosong mengenai kehebatan dan keberanian Angkatan Perang Dai Nippon, selain itu mengenai kemenangan dan kemajuan yang telah dicapai oleh tentara Jepang di berbagai medan peperangan. Namun pada kenyataannya Jepang selalu mengalami kekalahan dan kemampuan perang tentaranya semakin hari semakin menurun.

Leave a Comment