samudrafakta.com

Perayaan Satu Abad dan Kisah tentang “Naturalisasi”

Puncak peringatan 1 abad Nahdlatul Ulama (NU) pungkas 7 Ferbruari hari lalu, pukul 23.59 WIB. Perhelatan kolosal di Sidoarjo itu diperkirakan dihadiri sekitar 3,5 juta – 4 juta orang dari berbagai daerah di Indonesia. Di tengah keriuhan dan kemegahan itu, suara-suara tak puas berdesing dari banyak penjuru. Namun demikian, acara ini tetap sukses. Erick Thohir menjadi “bintang”.

Di antara kesuksesan, spektakuler, dan kemeriahannya, helatan ini masih menyisakan cerita-cerita lucu, unik, untold, dan menggetarkan. Pun menghadirkan gelombang kritik, ada juga cacian dan lontaran underestimating, nyinyiran tak berdasar, dan kejulidan.

Panitia atau pengurus NU jelas bukan orang yang maksum—kalis dari kekurangan. Mereka juga manusia, tempat salah dan lupa. Namun, kritik yang adil konstruktif dan nasihat yang bijak, yang didasari cinta bukan kebencian kepada sesama Muslim, sesama wong NU, merupakan sikap yang terpuji dan dianjurkan. Semoga NU tetap rukun, tidak anti-kritik, dan mampu mengelola perbedaan dan konflik di dalamnya dengan baik.

Salah satu sosok yang menarik perhatian dalam perhelatan Satu Abad NU adalah Erick Thohir (ET), sang Ketua Steering Committee (SC) acara akbar. Sepanjang gawe berlangsung, banyak baliho besar berisi ucapan selamat datang kepada para tamu dan undangan dari ET yang terpampang di sepanjang jalanan Sidoarjo menuju Gelora Deltra.

Baca Juga :   Soal Izin Konsesi Tambang, Walhi Sinyalir PBNU Hanya Jadi Bumper Pemerintah

ET menjadi pusat perhatian bukan hanya karena peran pentingnya sebagai Ketua SC acara, namun jadi perhatian karena statusnya di lingkungan NU. Banyak yang terkesan “nyinyir” soal itu.

Berbagai julukan tersemat kepadanya: mulai dari “mendadak NU”, “anggota NU garis oligarki”, “kader naturalisasi NU”, “bandar, pemodal di balik acara Satu Abad NU,” dan banyak lagi—yang akan menghabiskan banyak ruang di sini jika disebutkan semua satu per satu.  Semua julukan itu tak lepas dari bagaimana proses bergabungnya ET ke dalam tubuh nahdliyin—yang dinilai beberapa pihak sangat mendadak namun langsung memiliki peran penting.

Semestinya sah-sah saja ketika ET sah dan resmi menjadi kader dan warga NU, karena NU sendiri adalah ormas Islam yang sangat inklusif dan membuka pintu untuk siapa saja. ET tentunya juga sudah memegang Kartu Anggota NU alias Kartanu. Sebab, dia adalah anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser), resmi setelah mengikuti seluruh rangkaian pendidikan dan pelatihan dasar (diklatsar) sebagai syarat menjadi anggota Banser di Sekolah Citra Alam Jagakarsa, Jakarta Selatan, Minggu, 28 November 2021. Mana ada anggota Banser bukan kader NU? Beberapa kali Gus Yaqut Cholil Qoumas, Pemimpin Tertinggi Ansor, menegaskan bahwa Ansor dan Banser itu NU masa depan. Masa depan NU.

Baca Juga :   Bisakah Pemilu 2024 Ditunda?

Di sisi lain, berdasarkan hasil survei Centre for Strategic on Islamic International Studies (CSIIS), sebagaimana dikutip Antara pada 21 Januari 2022, “pasca-naturalisasi” brand elektoral politiknya dengan identitas politik NU dan resmi menjadi kader Gerakan pemuda (GP) Ansor, ET adalah calon presiden (capres) paling disukai warga NU.

Artikel Terkait

Leave a Comment