samudrafakta.com

Pancasila Digali di Kediri, Baru Disempurnakan di Ende

Ilustrasi lambang Sila Pertama Pancasila dan Presiden pertama RI, Sukarno. Sebuah tesis sejarah menyebut Pancasila digali di Kediri, Jawa Timur, lalu disempurnakan di Ende, NTT. FOTO: Ilustrasi Samudra Fakta

Jika merunut pada linimasa pengasingan Sukarno, lalu menghubungkannya dengan pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945, jelas bahwa awal mula penggalian Pancasila bukan di Ende. Pada tahun 1918, menurut Kushartono, Sukarno muda sering ke  Ndalem Pojok, Wates, Kediri.

Pada tahun tersebut dia juga indekos di rumah H.O.S. Cokroaminoto ketika bersekolah di Surabaya. Setiap liburan tiba, Sukarno sering pulang ke Ndalem Pojok. Keterangan ini bisa dibaca di buku Trilogi Spiritualitas Sukarno karya Dian Sukarno. Dalam buku yang diberi pengantar oleh Guruh Soekarnoputra ini juga diceritakan kebiasaan Sukarno muda merenung, ber-tahannuts di bawah pohon kepuh di belakang Ndalem Pojok.

Kamar tidur Sukarno setiap pulang ke Ndalem Pojok. FOTO: Dok. Samudra Fakta

Alasan ketiga, menurut Kushartono, adalah berdasarkan silsilah Sukarno. Menurut Kushartono, dari jalur nenek ayahnya, Raden Soekeni, silsilah keluarga Bung Karno tersambung hingga Sunan Kalijaga.

Istri kakeknya dari jalur ayah, Raden Ayu Nganten Hardjodikromo, adalah putri Tumenggung Haryokusumo bin Pangeran Serang. Sedangkan Pangeran Serang merupakan suami Nyi Ageng Serang. Jika ditarik ke atas, maka nasab Sukarno akan sampai ke Pangeran Wijil, putra Sunan Kalijaga, karena Nyi Ageng Serang merupakan keturunan Sang Sunan.

Baca Juga :   Sejarah Tambang Emas Papua: Awalnya Dikira Tembaga, Tawaran Investasi AS Ditolak Sukarno

Menurut buku Pustoko Darah Agung, Sunan Kalijaga menikah dua kali. Istri pertamanya adalah Dewi Saroh binti Maulana Ishak bin Ibrahim Asmarakandi, yang melahirkan tiga orang anak, yaitu Raden Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rukayah, dan Dewi Sofiyah. Sementara istri kedua Sunan Kalijaga adalah Ratu Kano binti Raja Kediri, yang kemudian melahirkan lima orang anak, yaitu Kanjeng Ratu Pembayun, istri Sultan Trenggono;  Nyi Ageng Panenggak, istri Ki Ageng Paker;  Sunan Hadi alias Panembahan Kali; Raden Abdurrahman; dan Nyi Ageng Ngerang—istri Ki Ageng Ngerang III di Laweyan Solo, atau juga disebut Pangeran Serang.

Adanya hubungan darah antara Sukarno dengan Sunan Kalijaga ini tampak masuk akal jika mengingat kebiasaan Bung Karno yang suka berkontemplasi mencari inspirasi di bawah pohon kepuh di belakang Ndalem Pojok—sebagaimana disampaikan oleh Kushartono. Pohon kepuh tersebut berada di pinggir aliran sungai mata air lereng Kelud. Kebiasaan itu seolah mengikuti jejak lampah leluhurnya, Sunan Kalijaga, yang diyakini juga bertapa di kali.

Baca Juga :   Kenapa Orde Baru Mengubah Nama Jembatan Bung Karno Menjadi Ampera?

Soal kaitannya dengan Pancasila, dalam naskah Serat Piwulang Warna-Warni karya K.P.H. Suryaningrat, ada cerita ketika Cakrajaya yang berguru kepada Sunan Kalijaga, di mana kemudian dia berganti nama menjadi Sunan Geseng.

Sunan Kalijaga memberikan ajaran tentang makrifat kepada Sunan Geseng. Dalam sebuah teks yang diyakini berisi ajaran Sunan Kalijaga, terdapat representasi nilai Pancasila yang tersembunyi di balik lima pokok ajaran Sunan Kalijaga terhadap Sunan Geseng.

Lema Pancasila juga disebut dalam Serat Centhini (1814-1823): Kang dadi paedah lawan, pikantuke wong nglakoni, ing prajanji Pancasila, tinartamtu bakal bangkit, kajèn uripirèki, adoh saking pakaryèku, bilai myang sangsara, sarta rukun ing sasami, kadunungan cipta marang kautaman (Yang menjadi tujuan dan faedah bagi orang yang menjalankan Sumpah Pancasila pasti akan bangkit, dihormati hidupnya, jauh dari segala kesengsaraan dan marabahaya, serta rukun dengan sesama, memperoleh buah dari keutamaan).

Sedangkan dalam Serat Nitisruti karya Pangeran Karanggayampujangga besar yang hidup pada masa Kerajaan Pajang, di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijayaditemukan ajaran moral yang secara umum relevan dengan nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai itu, antara lain:

  1. Agar manusia taat beragama, yang relevan dengan sila ke-1;
  2. Agar manusia menyayangi sesamanya, yang relevan dengan sila ke-2;
  3. Agar mengabdi pada negara, hendaknya setia, sanggup akan segala pekerjaan, bila berperang pun tidak ada rasa takut, yang relevan dengan sila ke-3;
  4. Agar pemimpin yang baik mencintai rakyatnya, yang relevan dengan sila ke-4; dan
  5. Agar pemimpin hendaknya bersikap adil, yang relevan dengan sila ke-5.
Baca Juga :   Prediksi-Prediksi Sukarno yang Terbukti (3–Habis): Jitu Meramal Kejayaan Tiongkok dan LBP

Artikel Terkait

Leave a Comment