samudrafakta.com

Pancasila adalah Ideologi Terhebat yang Lahir dari Pemikiran Panjang dan Tertata

Perisai Pancasila. FOTO: Samudra Fakta

Sementara sejarawan Anhar Gonggong menyebut bahwa Sukarno menjelaskan yang dimaksud dengan kemerdekaan dengan sangat panjang apa. Dari durasi pidato satu jam itu, Bung Karno menghabiskan waktu 20 menit untuk menjelaskan maksud kemerdekaan itu.

Bung Karno, menurut Anhar, banyak mengutip kemerdekaan Arab Saudi dan ketika Vladimir Lenin mendirikan Uni Soviet. Bagi Anhar, dalam pidato tersebut, Sukarno bisa menata pikirannya secara jelas, mulai dari sila pertama tentang kebangsaan hingga terakhir tentang ketuhanan yang berbudaya.

Sukarno juga menegaskan dalam pidatonya bahwa kemerdekaan laksana jembatan emas. Di seberang jembatan emas itu, ucap Bung Karno, masyarakat indonesia bisa memiliki kesempatan kehidupan yang kuat dan sehat.

John Thayer Sidel, dalam Republicanism, Communism Islam Cosmopolitan Origins of Revolution in Southeast Asia, menjelaskan bahwa masalah persatuan dan kesatuan bangsa adalah persoalan pokok. Inilah yang membuat Bung Karno mengusulkan kebangsaan sebagai dasar pertama dari negara yang akan merdeka kelak. Bung Karno mengutarakan arti kebangsaan pada manusia modern harus memiliki cakrawala yang luas.

Baca Juga :   Mengenang Benteng Ekonomi Sukarno: Yang Kokoh, Namun Dilupakan Kini

“Hal ini layaknya ucapan Mahatma Gandhi: “My nationalism is humanity”. Saya adalah seorang nasionalis tetapi kebangsaan saya adalah perikemanusian,” tulis Muhammad Iqbal, dalam Sejarah Pidato Sukarno Tentang Pancasila dalam Sidang BPUPKI.

Untuk menghindari pemahaman yang picik mengenai nasionalisme, Bung Karno, menurut Iqbal, mengusulkan dasar kedua, yaitu internasionalisme atau perikemanusian. Menurut Bung Karno, internasionalisme bisa subur apabila berakar di bumi nasionalisme.

Sementara, dalam pengertian nasionalisme, sebuah negara didirikan berdasarkan rasa kebangsaan, maka semua jenis perbedaan sosial seperti ras, agama, dan status sosial lainnya harus tunduk dan berada di bawah rasa kebangsaan itu.

Iqbal, yang mengutip Lambert Giebels, berpendapat bahwa pandangan ini sejalan dengan konsep multirasial yang diterima Sukarno dari Douwes Dekker, pendiri Indische Partij. Dasar negara yang dibentuk dari semua harus untuk semua.

Artikel Terkait

Leave a Comment