samudrafakta.com

Konsesi Tambang untuk Ormas Keagamaan Berpotensi Langgar UU dan Rencana Umum Energi Nasional

Presiden Jokowi dan rombongan melihat langsung proses penambangan bawah tanah di Kabupaten Mimika, Papua. Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menerbitkan aturan organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan bisa mengelola tambang. Ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 yang diteken Jokowi 30 Mei 2024. (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)
JAKARTA — Pemberian wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada organisasi keagamaan mendapat penilaian kritis dari Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman.

Mereka menilai bahwa langkah ini melanggar dua Undang-undang sekaligus, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan UU Nomor 3/2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

“Wewenang Menteri Investasi/Kepala BKPM memberikan WIUP kepada pelaku usaha termasuk badan usaha yang dimiliki oleh Ormas tidak berdasar menurut hukum,” ujar Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, dalam legal opinion kepada PP Muhammadiyah, sebagaimana dilansir Tempo.co., dikutip Rabu (12/6/2024).

Trisno menjelaskan, pasal 5 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi menyatakan, Satuan Tugas, yakni Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), melakukan penawaran dan pemberian WIUP kepada pelaku usaha, termasuk BUM Desa, BUMD, Badan usaha yang dimiliki oleh ormas, koperasi, badan usaha yang dimiliki oleh usaha kecil dan menengah.

Baca Juga :   Perayaan Satu Abad dan Kisah tentang “Naturalisasi”

Padahal, tutur Trisno, pasal 1 Nomor 23 UU Administrasi Pemerintahan telah menyatakan pelimpahan kewenangan dilakukan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih tinggi kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih rendah. Pelimpahan itu dilakukan dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.

Dengan begitu, kata Trisno, delegasi wewenang tidak dapat dilakukan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM. Sebab, kedudukan Menteri ESDM dan Menteri Investasi/Kepala BKPM adalah setara/sejajar sesama menteri dan anggota kabinet.

Trisno menuturkan, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah mengatur kedudukan peraturan presiden dua level di bawah undang-undang. Karena itu, kata dia, peraturan presiden tidak boleh bertentangan dengan norma yang terdapat dalam undang-undang.

Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, Presiden Joko Widodo telah melanggar hierarki peraturan perundang-undangan.

“Jelas dengan melakukan revisi PP yang bertentangan dengan UU, Presiden Jokowi kami anggap telah melanggar Undang Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Di mana jelas, di dalam hierarki peraturan perundang-undangan kedudukan hukum UU adalah lebih tinggi dari PP.

Baca Juga :   Profil Kiai Marzuki Mustamar yang Dicopot dari Ketua PWNU Jatim

Artikel Terkait

Leave a Comment