CIANJUR | SAMUDRA FAKTA – Imas Masnguneh (39) beserta suami dan dua anaknya sudah tiga hari tidur di tenda beralaskan terpal di atas tanah bebatuan yang tak rata, bergabung dengan sanak saudara lainnya.
Imas teringat kejadian 1,5 jam terjebak di reruntuhan sekolah Diniyah Hasadah, Kampung Rawacina, Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Perasaan campur aduk, antara takut, pasrah dan ikhlas menyelimuti dirinya. Dalam posisi tertimbun reruntuhan yang gelap ia sudah pasrah jika memang takdirnya untuk bertemu Ilahi, namun ada rasa syukur menggelayut di hatinya, karena bangunan sekolah dua lantai yang ambruk itu menyisakan ruang kecil untuknya bisa tetap bernafas meski gelap.
Balok kayu bagian atap bangunan sekolah itu melintang persis di depannya, sehingga menyisakan ruang bagi tubuh Imas tidak terhimpit oleh material bangunan yang porak poranda.
Guncangan gempa yang dahsyat, hingga dirinya tertimbun dalam bangunan sekolah membuatnya trauma.
Di antara timbunan bangunan itu, ketika dirinya pasrah dengan takdir Allah, Imas melihat selingkaran jari tangan cahaya putih yang memberinya harapan untuk berjuang keluar dari reruntuhan.
Imas yang tadinya sudah pasrah terbaring menunggu kematian, mencoba menggerakan tubuhnya, menggali sedikit demi sedikit puing-puing bangunan menggunakan kedua tangannya dengan penuh hati-hati menuju cahaya terang tersebut.
Lengan tangan kanannya meninggalkan tanda memar biru kehitaman, menunjukkan perjuangannya keluar dari reruntuhan. Imas diselamatkan oleh sang suami Uun Supatoni (42) yang menyadari istrinya tidak kembali ke rumah usai gempa dengan magnitudo 5,6 mengguncang tanah kelahirannya.
“Suami yang menyelamatkan saya, karena belum ada relawan sebanyak ini yang datang waktu itu,” cerita Imas.
Selain Imas yang selamat dari reruntuhan gempa, ada juga Azka, bocah 4 tahun, yang selamat usai tertimbun 3 hari di Cianjur.
Selama 3 hari dua malam, Azka berada di tengah reruntuhan rumah setelah tempat tinggalnya diguncang gempa Bumi pada Senin siang.





