samudrafakta.com

Kasus Klitih Yogyakarta: Terdakwa Dipaksa Mengaku, Fakta-Fakta Sidang Diabaikan

Kartun SF.

Alat Bukti Dipaksakan

Menurut Arsiko Daniwidho Aldebarant, penasihat hukum terdakwa lainnya, banyak kejanggalan dalam persidangan kliennya. “CCTV yang oleh penyidik awalnya dijadikan alat bukti, dalam persidangan jadi bukan alat bukti. Ini sangat janggal. Karena kami sudah membuktikan alat bukti tersebut tak menunjukkan pelaku klitih adalah terdakwa, tetapi malah tidak diterima,” kata Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) itu.

Arsiko menerangkan bahwa pengambilan rekaman CCTV dilakukan oleh orang yang bukan ahlinya, dengan cara menyalin langsung. Bahkan, rekaman CCTV di TKP hanya direkam ulang menggunakan ponsel. Arsiko berkukuh bahwa rekaman CCTV tidak dilakukan secara sah menurut UU ITE, yang intinya, informasi dan dokumen elektronik harus dapat dijamin keontentikannya, keutuhannya, dan ketersediaannya.

Keganjilan lainnya adalah, menurut Arsiko, jaksa melakukan analisis terhadap pelaku hanya berdasar pada bentuk tubuh. Sementara rekaman CCTV yang dihadirkan jaksa tidak memperlihatkan siapa pelaku sebenarnya, yang menurut Arsiko tidak menjadikan terang perkara ini. Saksi-saksi yang dihadirkan penuntut umum, menurut Arsiko, tidak melihat jelas siapa pelakunya. Hanya ada satu saksi yang yakin bahwa para terdakwa adalah pelakunya.

Baca Juga :   Gonjang Ganjing Mabes Polri

Arsiko yakin bahwa para terdakwa tidak berada di tempat kejadian perkara (TKP), bahkan tidak melewati TKP pada saat kejadian. Selain itu, kata Arsiko, gir yang dijadikan barang bukti—yang menurut penyidik digunakan untuk memukul korban—adalah gir yang sebelumnya disimpan oleh saksi. Saat ditemukan, gir dalam keadaan kotor oleh oli dan rumah serangga, tidak ada bekas darah. Polisi mengambilnya tanpa sarung tangan atau alat tertentu.

Arsiko juga menilai penyelidikan kasus ini cacat hukum. Menurut dia, saat para terdakwa ditangkap, polisi yang menangkap mereka tidak membawa surat penangkapan. Selain itu, kata Arsiko, ada penyiksaan selama para terdakwa menjalani pemeriksaan. Arsiko menduga ada rekayasa dalam kasus yang dihadapi kliennya. “Kami akan banding karena semua ini ngawur dan sesat,” tegasnya.

Keluarga para terdakwa juga tidak menerima keputusan Majelis Hakim PN Kota Yogyakarta. “Dibayar berapa miliar kalian? Mentang-mentang kami orang kecil, kalian seenaknya. Adikku tidak bersalah,” teriak seorang perempuan muda sambil menangis histeris sesusai putusan.

Keluarga terdakwa emosional begitu mendengar putusan hakim. Mereka merasa putusan ini tidak adil. (Tribun Jogja)

Ayah Asril, salah satu terdakwa, juga tak menerima putusan tersebut. “Anak saya tidak melakukan (penganiayaan) itu, tetapi kenapa dihukum bersalah? Ini tidak adil!” katanya. “Keadilan harus ditegakan! Saya tidak menerima keputusan persidangan. Ini ngawur dan fitnah besar! Ini harus diluruskan dan harus ada yang bertanggung jawab!” (TIM SAMUDRA FAKTA/TP)

Baca Juga :   Tragedi Kabel Fiber Optik (2): Investigasi Mandiri untuk Mencari Pemilik Kabel

Artikel Terkait

Leave a Comment