Ada nasihat menarik Bapak Filsafat Modern Rene Descartes, yang mungkin bisa menjadi pengingat bagi kita semua: “It is not enough to have a good mind; the main thing is to use it well”. Maksudnya, hanya punya saja akal sehat saja itu tidak penting; yang penting adalah akal kita itu kita gunakan atau tidak. Tidak usah membangga-banggakan akal sehat, tetapi bertanyalah pada diri sendiri; kita sudah menggunakan akal itu atau tidak? Itulah nasihat Descartes.
Al-Quran banyak menyindir kita, misalnya dengan afala ta’qilun (apakah kamu tidak berakal), afala tatafakkarun (apakah kamu tidak berpikir), atau afala yatadabbarun (apakah mereka tidak merenung). Sindiran itu sebenarnya untuk menyuruh kita agar mau berpikir dan berefleksi. Kalau cuma berakal, semua manusia yang sehat pasti berakal. Tetapi, tidak semua yang berakal itu berpikir. Padahal, yang penting adalah proses berpikirnya.
Akal itu seperti alat, di mana dia baru berguna jika digunakan untuk berpikir. Ketika Anda punya akal sehat tetapi tidak berpikir, Anda ibarat memiliki ponsel paling canggih, tetapi Anda tidak menggunakannya sebagaimana peruntukannya—seperti untuk telepon, berkirim pesan, atau berselancar di internet. Jika begitu, buat apa punya ponsel canggih?
Tidak penting Anda punya ponsel paling canggih. Yang penting adalah; Anda bisa menggunakannya apa tidak? Itulah beda antara kepemilikan dan fungsi. Buat apa memiliki kalau tidak difungsikan? Buat apa punya akal jika tidak difungsikan?
Di masa-masa seperti belakangan ini, pendayagunaan akal sehat secara optimal jelas sangat diperlukan, terutama dalam menerima dan mencerna segala bentuk informasi yang semakin membanjir tetapi semakin tak jelas mana benar dan mana keliru. Seperti tubuh, jika akal yang sehat tidak dilatih senantiasa “olahraga”, maka bisa saja dia menjadi sakit.*
(Disadur dari ceramah Dr. Fahruddin Faiz | Dosen UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta )
