samudrafakta.com

Bung Karno Naik Haji (3): Perjalanan Haji Satu-Satunya yang Meninggalkan Banyak Legasi

Sukarno akhirnya naik haji setelah ‘didesak’ oleh beberapa kalangan Muslim Indonesia. Perjalanan ritual itu ditempuhnya sembari menjalankan tugas kenegaraan. Dan melalui satu-satunya ibadah haji yang dikerjakannya itu, Sukarno meninggalkan banyak legasi di Tanah Suci.

Sukarno beserta rombongan berangkat haji pada 18 Juli 1955 dari lapangan udara Kemayoran, Jakarta. Ada 31 orang dalam rombongan itu, terdiri dari pengawal pribadi, pejabat, dan beberapa wartawan. Di antara rombongan itu ada Roeslan Abdulgani, Achmad Soebardjo, dan Menteri Agama K.H. Masjkur. Mangil, sang penulis buku tersebut, saat ikut rombongan menjabat sebagai Komandan Polisi Pengawal Pribadi Presiden.

Majalah Historia No. 6 Tahun I 2012 melukiskan dengan apik perjalanan tersebut. Pada pagi, 18 Juli 1955, Lapangan Terbang Kemayoran ramai orang yang bermaksud melepas keberangkatan Presiden bersama rombongan ke Tanah Suci. Setiba di Kemayoran, Sukarno menyampaikan amanatnya.

“Hari ini saya minta pamit dari seluruh lapisan rakyat, di manapun saudara-saudara berada di tanah air kita. Saya minta doa selamat dari saudara-saudara sekalian.” ujar Sukarno, dikutip harian Merdeka, 19 Juli 1955.

Baca Juga :   Prabowo Subianto Pernah Menerima Penghargaan "Bintang Soekarno" pada 2018, Diingatkan Supaya Tidak Menjadi Antek Asing dan Gemar Menumpuk Utang

“Saya ingin minta dari saudara-saudara semua, supaya selama saya tidak ada di Tanah Air, saudara-saudara semuanya bersama-sama menjaga dan memelihara ketenteraman dan keselamatan negara kita.”

Setelah berjabat tangan dengan sejumlah pejabat sipil, militer, dan korps diplomatik, Garuda Indonesia Airlines yang membawa presiden tinggal landas. Riuh dan lambaian tangan mengiringinya.

Ada enam negara yang disinggahi rombongan Sukarno sebelum sampai Jeddah, yaitu Singapura, Bangkok (Thailand), Kalkuta, New Delhi, Karachi (ketiganya di India), Sharjah (Uni Emirat Arab), Bagdad (Irak), dan Kairo (Mesir). Star Weekly edisi 6 Agustus 1955 menulis, di setiap kota yang disinggahinya, Sukarno menyempatkan bertemu sejumlah tokoh dan masyarakat Indonesia yang ada di sana.

Saat tiba di Singapura, Sukarno disambut masyarakat Indonesia yang tinggal di sana. “Mereka menyambut kedatangan Presiden Republik Indonesia itu dengan gegap-gempita, dan minta kepada Presiden Republik Indonesia untuk memberikan amanat kepadanya. Di dalam amanat itu beberapa kali dipekikkan pekik, ‘Kepadamu salam assalamu’alaikum! Sebagai warga negara Republik Indonesia aku menyampaikan kepadamu, Merdeka!’,” kata Sukarno, sebagaimana dikutip ulang sejarawan Wawan Tunggul Alam dalam Bung Karno Menggali Pancasila: Kumpulan Pidato (2001).

Masyarakat setempat dibikin geger dengan gaya dan teriakan “Merdeka!” Presiden Sukarno dan pengikutnya yang saling bersahutan. Bahkan, koran-koran Negeri Singa itu menulis headline: Presiden Sukarno Menjalankan Ill-Behaviour. Dia dituduh berlaku tidak sopan di negeri orang. Pasalnya, kala itu Singapura masih dalam kekuasaan Britania Raya. Mereka tersinggung dengan ucapan Sukarno yang terkesan mengompori masyarakat setempat dengan teriakan “Merdeka!”

Baca Juga :   Surat Perintah 11 Maret: Antara Ada dan Tiada

Artikel Terkait

Leave a Comment