samudrafakta.com

Begini Sejarah Singkat Tahun Kabisat dan Cara Menghitungnya

Tanggal 29 Februari adalah penanda datangnya tahun kabisat atau leap year. (Ilustrasi Canva)
JAKARTA—Tahun 2024 adalah tahun kabisat, yaitu satu tahun di mana terdapat penambahan 1 hari pada bulan Februari. Tahun ini ada 29 hari pada bulan Februari, bukan 28 hari.  

Melansir dari Live Science, tahun kabisat atau leap year terjadi saat ada penambahan 1 hari setiap empat tahun sekali pada kalender Masehi. Pada tahun tersebut jumlah hari dalam setahun tidak 365 hari, melainkan 366 hari.

Perhitungan kabisat ini berkaitan dengan perhitungan tahun Masehi dengan tahun matahari. Maksudnya, jika tidak ada kabisat, maka tahun Masehi akan kekurangan 1 hari—atau sekitar 23 jam 15 menit setiap 4 tahun sekali.

Hal ini disebabkan karena pada kalender matahari (solar) atau Masehi tidak tepat 365 hari, melainkan 365 hari lebih 5 jam 48 menit. Maka dari itulah setiap 4 tahun sekali ditambah 1 hari agar genap 365 hari pada tahun tersebut. 

Sejarah Penetapan Tahun Kabisat

Sistem penanggalan Romawi kuno, yang dikembangkan oleh Numa Pompilius pada abad ke-7 SM, memainkan peran penting dalam pembentukan konsep tahun kabisat. Menurut legenda, Numa Pompilius menambahkan bulan ekstra secara berkala untuk menyesuaikan kalender dengan peredaran matahari. 

Baca Juga :   Artis Indonesia Ini Lahir di Tahun Kabisat, 'Ulang Tahunnya' 4 Tahun Sekali

Namun, keakuratan sistem ini awalnya masih diragukan, sehingga pada abad ke-16, Paus Gregorius XIII memperkenalkan kalender Gregorian yang kita gunakan saat ini. Kalender ini menetapkan aturan bahwa tahun kabisat terjadi setiap empat tahun sekali, kecuali pada tahun yang habis dibagi 100, tetapi tidak habis dibagi 400. 

Tahun kabisat pertama kali ditemukan oleh seorang astronom bernama Sosigenes Alexandria, yang hidup pada masa pemerintahan Julius Caesar. Sosigenes melakukan perhitungan bahwa Bumi membutuhkan waktu 365 hari, 5 jam, 48 menit, dan 5 detik untuk mengorbit matahari pada orbitnya. 

Sebelum konsep tahun kabisat diperkenalkan, masyarakat sudah mengenal konsep bulan kabisat. Namun, ketidakpastian masih terjadi terkait bagaimana bangsa Romawi memelihara dan mempertahankan sistem penanggalan mereka. 

Bangsa Romawi tampaknya tidak sepenuhnya yakin dengan sistem kalender mereka, dengan perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Pasalnya, satu tahun pada dasarnya tidak tepat 365 hari, melainkan 365 hari, 5 jam, 48 menit. 

Untuk mengakomodasi kelebihan waktu ini, setiap empat tahun, satu hari ekstra ditambahkan ke kalender, yaitu tanggal 29 Februari. Untuk menentukan apakah suatu tahun merupakan tahun kabisat atau bukan, ada aturan sederhana yang dapat diikuti: Jika jumlah tahun habis dibagi 400, itu adalah tahun kabisat. Jika jumlah tahun habis dibagi 100, tetapi tidak habis dibagi 400, itu bukan tahun kabisat. 

Baca Juga :   Artis Indonesia Ini Lahir di Tahun Kabisat, 'Ulang Tahunnya' 4 Tahun Sekali

Jika jumlah tahun habis dibagi 4, itu adalah tahun kabisat. Jika suatu tahun tidak memenuhi ketentuan di atas, maka itu bukan tahun kabisat. Dengan pemahaman ini, perhitungan tahun kabisat menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami. 

Dengan perhitungan tersebut, jika kalender tidak melakukan koreksi kecil setiap empat tahun, secara bertahap, kalender akan menjadi tidak selaras dengan musim. Jika ketidaksesuaian tesebut berlangsung selama berabad-abad, maka hal ini dapat menyebabkan titik balik matahari dan ekuinoks terjadi pada waktu yang berbeda dari perkiraan. Cuaca musim dingin mungkin bakal terjadi sesuai kalender yang menunjukkan musim panas, sehingga petani mungkin bingung kapan harus menanam benih.◼︎

Artikel Terkait

Leave a Comment