samudrafakta.com

Sukarno dan Khrushchev (2): Ada ‘Aroma’ Soviet di Tugu Monas

Jejak romantika Indonesia-Uni Soviet di masa lalu tak hanya terekam oleh patung kosmonot Uni Soviet, Yuri Gagarin, yang dibangun di Jakarta pada tahun 2021. Ada monumen lain yang juga ‘beraroma’ Uni Soviet—yang pada masa kini direpresentasikan oleh Rusia—di Indonesia, dibangun jauh lebih dulu dari patung Gagarin. Itulah Tugu Monumen Nasional atau Monas. Uni Soviet era Perdana Menteri Nikita Khrushchev mengucurkan bantuan dana untuk pembangunan tugu monumental yang sempat memantik kontroversi tersebut.

Nikita Khrushchev berkunjung ke Indonesia pada Februari 1960, setelah Bung Karno melayangkan undangan untuknya pada Oktober 1959—atau empat bulan setelah kunjungan Sukarno ke Uni Soviet pada akhir Mei – awal Juni di tahun yang sama.

Begitu Khrushchev mengiyakan undangan Sukarno, rencana kunjungannya langsung menjadi santapan empuk sejumlah media internasional—terutama media-media Barat. Surat kabar The New York Times memuat tulisan berjudul Indonesians Hail Khrushchev, pada 2 Januari 1960. Media Amerika itu menyebut Khrushchev kesengsem ingin segera menjejakkan kakinya di Indonesia—negara ‘timur jauh’ yang telah dikenalnya cukup lama.

Baca Juga :   Menggali Akar Sukarno di Jawa Timur

Agenda pertama Sukarno adalah mengajak Khrushchev keliling Jakarta. Di sela pelesiran di Ibukota itulah Sukarno menyampaikan gagasannya tentang rencana pembangunan sebuah tugu nasional pada tamu istimewanya tersebut. “Tuan Khrushchev, saya ingin membangun sebuah tugu besar sebagai lambang perjuangan bangsa kami. Bagaimana menurut Anda?” tanya Sukarno—sebagaiman dikutip dalam buku Sukarno dan Khrushchev: Beda Ideologi, Satu Hati besutan Sigit Aris Prasetyo.

Khrushchev mengerutkan dahi mendengar pertanyaan itu. “Tuan Presiden, kalau ada orang sedang telanjang, maka yang harus dilakukan adalah beli celana. Jangan sedang telanjang, yang didahulukan beli dasi,” Khrushchev melontarkan jawaban diplomatis kepada Sukarno.

Khrushchev menjawab seperti itu sebab, menurutnya, gagasan Sukarno itu cukup ‘aneh’ di masa tersebut. Sukarno dinilainya tidak realistis. Khrushchev terbiasa berpikir secara materialis-dialektis, sebagaimana ajaran Karl Marx. Menurut dia, semua gagasan harus berdasarkan konsep ini.

Artikel Terkait

Leave a Comment