samudrafakta.com

9 Kota/Kabupaten di Jatim Ini Angka Buta Huruf Masih Tinggi

SURABAYA | SAMUDRA FAKTA — Sejumlah kabupaten/kota di Jawa Timur memiliki Angka Buta Huruf (ABH) yang cukup tinggi. ABH yang tinggi di Jawa Timur ini terutama terlihat pada penduduk di kelompok usia 50 tahun ke atas.

Melansir laman resmi Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur (BPS Jatim) dalam laporan Statistik Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2021 pada tanggal 20 Desember 2022, ABH yang cukup tinggi terdapat di Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Sampang, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Jember, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bangkalan.

“Bila diperhatikan, penduduk pada beberapa wilayah tersebut memiliki kesamaan karakteristik sosial budaya. Upaya pemberian pemahaman terutama manfaat langsung dilakukan terutama pada program keaksaraan dengan memberi pelajaran life skill serta memberi manfaat sesuai karakteristik sasaran program,” ujar Kepala BPS Jatim Dadang Hardiwan.

ABH adalah proporsi penduduk usia tertentu yang tidak dapat membaca dan atau menulis huruf latin atau huruf lainnya terhadap penduduk usia tertentu. ABH merefleksikan belum meratanya pendidikan yang diperoleh penduduk di suatu wilayah. Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk yang besar, Provinsi Jawa Timur memiliki ABH yang masih cukup tinggi dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa.

Baca Juga :   Jumlah Lansia Jatim Meningkat, Tantangan atau Keberhasilan Pembangunan Manusia ?

“Kondisi geografis Jawa Timur yang mencakup beberapa kepulauan di beberapa kabupaten merupakan kendala tersendiri dalam memberikan akses pendidikan yang merata,” terang Dadang.

Selain itu, kemampuan membaca dan menulis Huruf Latin atau Huruf Lainnya tidak dimiliki oleh sebagian penduduk di Jawa Timur erat kaitannya dengan kemiskinan. Jawa Timur memiliki jumlah penduduk miskin cukup tinggi karena kepadatan penduduknya yang relatif tinggi.

“Kerterbatasan ekonomi tersebut juga menjadi faktor penyebab tingginya ABH di Jawa Timur di samping karena alasan sosial budaya dan geografis,” ungkapnya.

Ditambahkan Dadang, perbedaan yang cukup signifikan terlihat juga pada ABH penduduk perempuan dibandingkan dengan penduduk laki-laki. Hampir di seluruh kelompok usia, ABH penduduk perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan ABH penduduk laki-laki. Terutama di kelompok usia 40 tahun ke atas.

“Di masa lalu, diduga bahwa pendidikan lebih utama untuk kaum laki-laki, menjadi dogma pada kelompok usia ini sehingga akses terhadap pendidikan menjadi terbatas. Perempuan pada kelompok usia ini lebih mengutamakan kehidupan domestik keluarganya tanpa harus bisa membaca ataupun menulis,” terang Dadang Hardiwan.

Baca Juga :   Jumlah Lansia Jatim Meningkat, Tantangan atau Keberhasilan Pembangunan Manusia ?

Sementara untuk kelompok usia yang lebih rendah, tingkat ABH antara laki-laki dan perempuan lebih berimbang. Penduduk usia 10-39 tahun, memiliki era kehidupan yang berbeda.

“Pendidikan telah menjadi kebutuhan penting yang tidak dapat dikesampingkan, baik bagi laki-laki maupun perempuan,” pungkasnya. (SF | Rizki)

Artikel Terkait

Leave a Comment