samudrafakta.com

Wacana Tunda Pemilu Muncul dari Faksi dalam Istana

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD pernah menegaskan bahwa wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode adalah tindakan yang tidak melanggar hukum. Kata Mahfud, wacana itu tidak bersumber dari Pemerintah. Mahfud boleh menyatakan itu namun, faktanya, isu tersebut muncul dari faksi yang ada di lingkaran Istana.

“Kalau dari Pemerintah, jelas (tidak menunda Pemilu). Bahwa kemudian ada pikiran-pikiran lain, saya katakan itu di luar pemerintah, dan itu hak,” kata Mahfud, saat memberikan arahan dalam Rapat Pimpinan Penyampaian Arah Kebijakan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI Tahun Anggaran 2023 bertajuk “Transformasi Lemhannas RI 4.0”, di Gedung Pancagatra Lemhannas RI, Jakarta, Rabu, 1 Februari 2023.

Menurut Mahfud, aspirasi seseorang untuk menunda penyelenggaraan pemilu atau memperpanjang masa jabatan presiden tidak bisa dihalangi, karena itu merupakan tindakan yang tidak melanggar hukum. “Kita tidak bisa menghalangi kalau seorang ketua partai politik, kelompok masyarakat tertentu, berwacana itu (masa jabatan presiden) harus diperpanjang. Itu kan ya tidak melanggar hukum,” tambahnya.

Lantas dari mana isu itu muncul? Mari cek faktanya. Menurut catatan Samudra Fakta, wacana tersebut justru muncul pertama kali dari lingkungan eksekutif yang berada di lingkaran Istana—sebelum ‘ditiup’ menjadi lebih massif oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar pada Februari dan Maret 2022.

Berawal dari Bahlil, Disambut Cak Imin

Wacana tersebut pertama kali dimunculkan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Saat itu Bahlil membahas fenomena survei terkait perpanjangan masa jabatan presiden hingga 2027. Bahlil mengklaim telah mendiskusikan survei tersebut dengan para pengusaha.

Ketika itu Bahlil menyinggung survei yang dilakukan oleh Indikator, lembaga survei yang dipimpin oleh Burhanuddin Muhtadi. Indikator menyimpulkan bahwa wacana 3 periode harus dihentikan. Namun demikian, Bahlil malah mengaku tertarik mengomentari soal perpanjangan tersebut.

Baca Juga :   Mahfud MD Resmi Mundur dari Kabinet Jokowi, Pengamat: Beri Nasihat Tentang Etika
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia. (Wikipedia)

“Saya ada sedikit terusik dengan data yang… Bukan terusik ya, ada sedikit menggelitik dari datanya Pak Burhan terkait dengan Pilpres,” kata Bahlil, Senin, 10 Januari 2022.

“Tetapi, yang menarik ternyata adalah perpanjangan (masa jabatan presiden hingga) 2027. Kok saya lihat datanya Pak Burhan ini, dari bulan ke bulan, kok orang naiknya tinggi ya, untuk orang setuju ya,” katanya.

Bahlil kemudian mengklaim bahwa para pengusaha berharap Pemilu ditunda. “Saya sedikit mengomentari begini; kalau kita mengecek di dunia usaha, rata-rata mereka memang berpikir adalah bagaimana proses demokrasi ini dalam konteks peralihan kepemimpinan. Kalau memang ada ruang untuk dipertimbangkan dilakukan proses (Pemilu 2024) untuk dimundurkan, itu jauh lebih baik,” katanya.

“Kenapa? Karena mereka ini baru selesai babak belur dengan persoalan kesehatan. Ini dunia usaha baru mau naik. Baru mau naik tiba-tiba mau ditimpa lagi dengan persoalan politik,” kata Bahlil.

Wacana yang dilontarkan Bahlil tersebut kemudian terkesan mendapat dukungan dari Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Pada 1 Maret 2022, Muhaimin mengusulkan agar Pemilu 2024 ditunda dan jabatan Presiden Jokowi diperpanjang.

Politisi yang akrab disapa Cak Imin ini mengklaim punya 100 juta data digital—yang dia sebut sebagai big data—sebagai landasan menunda pemilu.  Wakil Ketua DPR itu juga mengklaim bahwa temuan big data berbeda dengan hasil survei kebanyakan—yang menyatakan tidak setuju dengan wacana penundaan pemilu atau penambahan masa jabatan presiden, salah satunya survei Indikator. Kata dia, menurut big data, banyak yang setuju Pemilu ditunda dengan berbagai alasan.

Wakil Ketua DPR RI/Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. (Wikipedia)

“Fakta politik survei terbaru, kepuasan terhadap Pak Jokowi tinggi, 73 persen. Di atas 60 persen itu disebut tinggi. Tapi tidak berseiringan dengan persetujuan penundaan Pemilu. Sekitar 60 persen tak setuju dan 40 persen mendukung (Pemilu ditunda),” kata Cak Imin, 1 Maret 2022.

Baca Juga :   Capres-Cawapres Berebut Suara Kaum Perempuan, Program Siapa Paling Masuk Akal?

Selain dalih big data, Cak Imin juga mengajukan alasan ekonomi untuk menunda Pemilu 2024—persis sebagaimana alasan yang dikemukakan Bahlil. “Momentum (pertumbuhan) ekonominya tidak boleh hilang gara-gara konflik, kompetisi, stagnasi politik (yang berlangsung selama proses Pemilu),” katanya.

LSI Denny JA: Isu Tunda Pemilu dari Faksi dalam Istana

Ketika wacana penundaan Pemilu ini semakin menggelinding setelah dilemparkan oleh Bahlil dan Cak Imin, Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dipimpin oleh Denny JA merilis hasil survei mereka terkait wacana tersebut. Berdasarkan hasil survei, LSI Denny JA menyimpulkan bahwa publik curiga ide penundaan pemilu berasal dari salah satu faksi dalam Istana, namun ditentang oleh faksi lainnya.

Survei LSI Denny JA diadakan pada 23 Februari hingga 3 Maret 2022, dengan total 1.200 responden dari seluruh provinsi. Pengambilan sampelnya menggunakan metode multistage random sampling. Survei dilakukan tatap muka, dengan margin of error kurang-lebih 2,9%.

Survei terbaru LSI Denny JA tersebut menunjukkan beragam hasil terkait wacana penundaan Pemilu 2024. Salah satunya, menurut hasil survei, mayoritas pemilih PKB (66,2%), Golkar (80,5%), dan PAN (93,7%) justru menolak penundaan pemilu.

“Dari sisi partai, kita bisa lihat mayoritas menyatakan ketidaksetutujuannya dengan penundaan Pemilu, baik dari PKB yang ketumnya menyatakan keinginan menunda pemilu karena alasan ekonomi dan sebagainya. Ternyata, 66,2% dari pemilih PKB itu menyatakan menolak usulan penundaan Pemilu,” kata peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa, dalam konferensi pers virtual yang diadakan Kamis, 10 Maret 2022).

PKB, Golkar, dan PAN, menurut survei tersebut, merupakan partai koalisi pemerintah yang mendukung penundaan Pemilu 2024. Selain mereka, PSI ikut mendukung.

Hasil survei LSI Denny JA juga menunjukkan bahwa mayoritas pemilih yang puas dengan kinerja Presiden Jokowi juga menolak penundaan Pemilu. “Di segmen mereka yang menyatakan puas dengan kinerja Jokowi, sebesar 65,1 persen menentang penundaan Pemilu. Dan hanya 26,7% menyatakan setuju dengan wacana penundaan pemilu,” ucap Ardian.

Baca Juga :   Tim Sukses Tiga Capres Kompak Ngaku Pro-Petani Tembakau di Musim Kampanye

Masih berdasarkan hasil survei LSI Denny JA, ada empat alasan mengapa wacana penundaan pemilu ditentang. Alasan pertama, tidak ada alasan kuat dan darurat serta tak sesuai dengan amanat UUD 1945. Kedua, jumlah kursi partai DPR penolak wacana penundaan Pemilu lebih banyak daripada yang mendukung. Ketiga, karena masyarakat luas menolak. Keempat, berpotensi menimbulkan kerusuhan.

“Berpotensi melahirkan kerusuhan, dan penganjur penundaan Pemilu dan presiden tiga periode akan dicap sebagai musuh rakyat dan pengkhianat reformasi,” papar Ardian. “Memperpanjang periode kekuasaan tanpa alasan yang kuat akan segera menjadi isu kezaliman dan kesewenang-wenangan. Di tengah kesulitan ekonomi, isu ini mudah menjelma menjadi kerusuhan sosial,” imbuhnya.

Berdasarkan hasil survei dan sejumlah alasan tersebut, maka LSI Denny JA membuat empat poin kesimpulan dan rekomendasi. Salah satu kesimpulannya adalah publik curiga ide penundaan pemilu berasal dari faksi di dalam Istana. “Gagasan penundaan pemilu dan presiden tiga periode dicurigai publik berasal dari satu faksi dalam Istana sendiri, tetapi ditentang oleh faksi lain yang lebih besar juga dari Istana,” demikian bunyi poin tiga kesimpulan dan rekomendasi hasil survei LSI Denny JA, yang dirilis dalam konferensi pers virtual.

Berikut kesimpulan dan rekomendasi LSI Denny JA:

  • Hentikan manuver penundaan pemilu dan presiden tiga periode karena tak ada alasan kuat.
  • Jokowi perlu mengikuti ketegasan partainya sendiri. PDIP secara keras dan tegas menolak penundaan pemilu dan presiden tiga periode.
  • Gagasan penundaan pemilu dan presiden tiga periode dicurigai publik berasal dari satu faksi dalam Istana sendiri, tetapi ditentang oleh faksi lain yang lebih besar juga dari Istana.
  • Pemerintah sedang fokus dengan penanggulangan COVID-19 serta pemulihan ekonomi. Isu penundaan pemilu dan presiden tiga periode akan menjadi energi negatif yang memecah fokus pemerintah.

Artikel Terkait

Leave a Comment