samudrafakta.com

Puasa Setengah Hari untuk Melatih Anak-anak Hukumnya Boleh, Ada Dalilnya

Ilustrasi orang tua muslim mengajarkan anak-anak berpuasa. Puasa setengah hari untuk melatih anak-anak hukumnya boleh, ada dalilnya. | Canva
JAKARTA—Kebiasaan puasa setengah hari—yang banyak diajarkan orang tua di Indonesia secara turun-temurun kepada anak-anak mereka—sempat menjadi perbincangan bernuansa polemik di masyarakat. Gara-garanya, dalam sebuah video lama yang disebarluaskan kembali, seorang penceramah populer menyebut puasa setengah hari tidak ada dalilnya, sehingga tak boleh diajarkan kepada anak-anak.

Berikut video lengkap penceramah tersebut:

Menanggapi pendapat tersebut, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, KH. Ma’ruf Khozin dalam status Facebook-nya yang diunggah pada Senin (25/3/2024), menuliskan bahwa Syekh Utsaimin, salah satu ulama terkemuka Salafi di Arab Saudi, pernah mengeluarkan fatwa sebagai berikut:

“Puasa setengah hari atau makan di pertengahan saat puasa, lalu menyempurnakan puasanya, bukanlah puasa secara syar’i. Sebab, namanya puasa adalah menjaga dari hal-hal yang membatalkan sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Meski demikian, tidak apa-apa bagi anak kecil melakukan hal ini, termasuk melatih untuk puasa. Sebab, puasa belum wajib baginya, maka boleh dia berpuasa sehari yang dia inginkan dan membatalkan kapan saja.”

Baca Juga :   Shalat Tarawih Cepat Sebenarnya Boleh, Asal Tahu Rukun dan Syaratnya

Sementara itu, ulama lainnya, Syekh Ibnu Utsaimin, berkata dalam kitab Fatawa, “Puasanya anak kecil tidaklah wajib, tetapi sunnah. Dia mendapatkan pahala jika berpuasa dan tidak dosa jika membatalkan. Tapi, bagi wali anak tersebut memerintahkan agar anaknya terbiasa melakukan puasa”.

Sedangkan dalam kitab Al-Muhadzzab disebutkan:

“Adapun anak kecil, maka tidak wajib baginya berpuasa, karena ada hadits Nabi Saw., ‘Kewajiban diangkat dari tiga orang, yaitu anak kecil hingga ia balig, orang yang tidur hingga bangun, orang gila sampai ia sadar.’ Anak kecil berumur tujuh tahun diperintahkan untuk berpuasa apabila ia kuat, dan anak yang sudah berumur sepuluh tahun dipukul jika meninggalkan puasa, diqiyaskan dengan shalat,” (Lihat Abu Ishaq Ibrahim Asy-Syairazy, Al-Muhadzzab fî Fiqhis Syafi’i, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyyah], juz I, halaman 325).

Artikel Terkait

Leave a Comment