samudrafakta.com

Krisis Pangan Mengepung Dunia, Siapkah Indonesia?

JAKARTA—Organisasi Pangan Dunia atau Food and Agriculuture Organization (FAO) menyebut dunia telah dilanda krisis pangan sejak tahun 2019. Krisis masih berlangsung hingga kini, bahkan diprediksi bakal makin parah. Siapkah Indonesia menghadapi ini?

Salah satu tanda berlangsungnya krisis pangan adalah banyak negara di Asia memberlakukan pembatasan ekspor bahan pangan. Harga beras di dalam negeri pun tembus rekor tertinggi sejak tahun 2008, atau lebih dari 15 tahun. Kekeringan hingga pembatasan ekspor membuat beras semakin mahal.

Dampak fenomena cuaca El Nino disebut sangat memengaruhi produksi beras di negara-negara produsen, seperti Thailand, Vietnam, India, dan Indonesia.

Pada tahun 2022, curah hujan monsun yang di bawah rata-rata—akibat El Nino—menurunkan produksi keseluruhan di India, dan banjir dahsyat mengurangi produksi tahunan di Pakistan sebesar 31persen.

Pada bagian lain, perang Rusia-Ukraina juga menjadi faktor yang memberatkan produksi dan distribusi bahan pangan. Pasalnya, menurut data Bank Dunia, gegara konflik tersebut, harga pupuk, energi, dan bahan bakar untuk produksi bahan pangan mencapai rekor tertinggi tahun lalu. Ditambah lagi terganggunya rantai pasokan, walhasil, biaya produksi bahan pangan semakin tinggi dan menekan margin produsen.

Baca Juga :   Ilmuwan Korsel Padukan Beras dan Daging, Jadi Nasi yang Enak Dimakan Tanpa Lauk

Menurut Badan Pangan Nasional (Bapanas), rata-rata harga beras premium per Ahad, 18 Februari 2024 pukul 09.20 WIB, tercatat tembus Rp16.110 per kilogram, atau naik Rp140 dari harga sebelumnya.

Harga beras medium turun tipis 0,29 persen menjadi Rp13.950 per kilogram. Harga ini masih melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah lewat Perbadan No.7/2023 yang sebesar Rp10.900 – Rp11.800 per kilogram untuk beras medium, dan Rp13.900 – Rp14.800 per kilogram untuk beras premium.

Menurut Direktur Utama Badan Usaha Logistik (Bulog Bayu) Krisnamurthi, lonjakan harga dan kelangkaan stok beras—khususnya beras premium—salah satunya dipicu oleh gencarnya bantuan beras dari pemerintah. Menurut Bayu, harga beras saat ini tinggi karena ada ketidaksesuaian antara permintaan dengan ketersediaan, alias adanya ketidakseimbangan supply and demand.

Bayu mengatakan, sejak tahun 2023 lalu, Indonesia mengalami penurunan produksi di sentra-sentra produksi beras sampai 2,05 persen—dari sebelumnya 31,54 juta ton di tahun 2022 menjadi 30,90 juta di tahun 2023.

Kondisi itu, kata Bayu, dipicu efek kemarau ekstrem akibat fenomena El Nino. ”BPS telah mengatakan, memang produksi kita turun, sehingga supply dan demand-nya tidak seimbang,” katanya, saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (13/2/2024) dua pekan lalu.

Baca Juga :   NASA Klaim Bisa Tahu 30 Menit sebelum Bumi Kiamat, Kok Bisa?

Selain itu, kata dia, lonjakan harga gabah di tingkat petani juga menjadi penyebab harga beras terus alami kenaikan. Bahkan sudah meroket ke atas HPP yang ditetapkan sejak Maret 2023. Akibatnya, lonjakan harga beras di konsumen tak terhindarkan.

Ia mencatat, per 12 Februari 2024, di Indramayu, Jawa Barat, harga gabah sudah Rp7.350 per kg. Sementara beras premiumnya sudah mencapai Rp15.475 per kg.

Di wilayah Karawang, Jawa Barat, harga gabah mencapai Rp7.350 per kg dan beras premium mencapai Rp14.333 per kilogram. Sedangkan di wilayah Banyumas, harga gabah mencapai Rp8.500 dan harga beras premium Rp15.000 per kg; di Sragen, Jawa Tengah, harga gabah Rp8.100 dan harga beras premiumnya mencapai Rp14.200 per kg; dan di Ngawi, Jawa Timur, harga gabah mencapai Rp8.200 per kg dan harga beras premiumnya mencapai Rp15.700 per kg.

“Jadi, kondisi harga gabah yang sudah di atas Rp7.500-Rp8.000 itu terjadi di hampir semua sentra-sentra produksi,” ucapnya.

Artikel Terkait

Leave a Comment