Sejauh ini, sejarah resmi perjuangan Bangsa Indonesia tak pernah mencatat nama KH. Achmad Syuhada sebagai pahlawan yang perlu dikenang jasanya, kendati ulama satu ini punya peran besar untuk bangsa ini. Dia gigih menanamkan, merawat, dan mengajarkan semangat cinta tanah air sejak era Pangeran Diponegoro berkuasa. Warisan semangatnya bahkan masih nyata lestari hingga kini.
Di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, pernah ada sebuah pesantren tua. Lebih tua dari pesantren-pesantren Jombang yang terkenal sekarang, seperti Tambakberas, Denanyar, Tebuireng, dan Peterongan. Pesantren itu bernama Kedungturi. Menurut beberapa sumber sejarah, ketika masih aktif, pesantren ini punya kurang-lebih 100 santri.
Pesantren Kedungturi dirintis oleh seorang ulama kelahiran Kadilangu, Demak, Jawa Tengah, yang pernah menjadi bagian dari pasukan Pangeran Diponegoro di masa Perang Jawa. Namanya KH. Achmad Syuhada. Dia ulama tasawuf.
Kedungturi diperkirakan berdiri pada tahun 1850-an—atau sekitar dua dekade pasca-Perang Jawa yang berlangsung pada tahun 1825 – 1830. Sebelum mendirikan pesantren, menurut keterangan beberapa sumber sejarah, Kiai Achmad Syuhada adalah bagian dari pasukan Diponegoro dalam perang tersebut.
Peter Carey, dalam Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa 1785-1855, menulis, kurang lebih ada 108 kiai, 31 haji, 15 syekh, 12 penghulu Keraton Yogyakarta, dan 4 kiai-guru atau mursyid tarekat yang turut berperang bersama Diponegoro. Achmad Syuhada adalah salah satu di antara para kiai itu. Dia tergabung dalam korps Bekel Telik Sandi atau pasukan khusus intelijen.
Syuhada punya keahlian membaca situasi serta kondisi dan membuat sandi atau kode. Karena sudah sangat jauh masuk dalam pasukan khusus, Syuhada memiliki banyak nama samaran. Inilah yang membuat jejak-jejak sejarahnya sulit dilacak. Maklum, intel.
2 comments
[…] KH. Achmad Syuhada: Kombatan Perang Jawa yang Merawat… […]
[…] KH. Achmad Syuhada: Kombatan Perang Jawa yang Merawat… […]