Kasus Tambang Ilegal, Presiden Harus Turun Tangan

Penyelesaian kasus dugaan aliran “uang koordinasi” dari pemain tambang ilegal di Kalimantan Timur untuk Kabareskrim Polri Agus Andrianto berjalan lambat karena masalah ini disinyalir sangat kompleks. Problematika perkara ini bukan hanya soal aliran uang haram ke petinggi Polri, namun juga soal aliran dana serupa ke berbagai institusi lainnya, juga karena rumitnya regulasi pereizinan dari kementerian maupun institusi terkait pertambangan. Banyak pihak yang “saling kunci”.

Maka dari itulah, mengingat kompleksnya masalah ini, mantan Kabareskrim Polri Komjen (Purn.) Susno Duadji meminta agar Presiden turun tangan. Biar penanganannya bisa cepat. “Mafia tambang kok lama sekali, enggak ada tindak lanjut? Presiden harus turun tangan,” tulis Susno di akun Facebook-nya, Senin (5/12/2022). Susno yang belakangan sering mengomentari Polri—terutama sejak kasus pembunuhan Brigadir Yoshua—juga mengikuti perkembangan kasus ini.

Dalam akun Youtube-nya yang diunggah pada 22 November 2022, Susno membahas permasalahan tambang ilegal secara lebih luas. Dia berbagi pengalamannya sebagai mantan Kapolda, Kabareskrim, dan sebagai warga Sumatera Selatan yang sering melihat praktik pertambangan ilegal—tak hanya batubara, tetapi juga emas, minyak, dsb.—dengan mata-kepala sendiri.

Menurut Susno, masalah tambang ini sangat kompleks. Adanya aliran dana ilegal untuk polisi itu sebenarnya bukanlah masalah utama. Itu adalah dampak dari rumitnya regulasi perizinan Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) terkait pertambangan, yang mana peraturan itu menyulitkan rakyat. Rakyat yang semestinya juga punya hak untuk membuka pertambangan di sekitar wilayah tinggal mereka—untuk aktivitas ekonomi dan penghidupan mereka sendiri—dipersulit oleh regulasi yang diterbitkan kementerian.

Bacaan Lainnya

Situasi itu dimanfaatkan oleh pemodal hitam untuk merangkul rakyat, membujuk mereka agar bekerja sama secara ilegal. Masyarakat sekitar wilayah tambang yang pada dasarnya ingin menambang namun terhalang regulasi pun terbujuk dan mengiyakan. Akhirnya masyarakat dan wilayahnya dieksploitasi untuk keperluan ilegal, di mana aktivitas itu diberi judul “pertambangan rakyat”. Padahal aslinya pertambangan besar.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *