samudrafakta.com

Jaringan Gusdurian di Antara Manuver Yenny, Prabowo, dan Prinsip Non-Politik

Jaringan Gusdurian dibentuk dengan klaim murni meneruskan keteladanan KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Membentuk jaringan kerja non-politik praktis yang sinergis. Namun, pada bagian lain, jejaring ini cukup menarik bagi petualang politik karena memiliki basis masa akar rumput yang sangat kuat. Di manakah posisi Gusdurian dalam kontestasi Pemilu kali ini? Tetapkah membawa panji-panji non-politik, atau malah ‘tergelitik’?

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, sebagai lembaga, menyatakan netral dalam Pemilihan Umum (Pemilu). Tidak berpihak atau jadi tim sukses pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada kontestasi Pemilu 2024. Sebab, khittah NU memang tidak boleh berpolitik praktis.

Namun, ada banyak jalan untuk menjala suara warga NU. Sebab, PBNU bukanlah satu-satunya pintu untuk menjaring simpati nahdliyin. Ada banyak kelompok-kelompok NU di luar PBNU, yang juga kental ke-NU-annya. Salah satunya adalah Jaringan Gusdurian.

Potensi suara jaringan ini sangat besar. Dan Gusdurian tidak terikat dengan PBNU secara kelembagaan.

Jaringan Gusdurian mengklaim bahwa mereka adalah gerakan yang istikamah merawat dan mempraktikkan sembilan nilai utama yang diteladani dari Gus Dur, yakni: ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, pembebasan, kesederhanaan, persaudaraan, kekesatriaan, dan kearifan lokal.

Baca Juga :   PDIP Unggul Di Pileg Tetapi Jeblok di Pilpres, Hasto Sebut Anomali Demokrasi

Mengutip dari Gusdurian.net, jaringan ini adalah tempat bagi individu, komunitas atau forum lokal, dan organisasi yang merasa terinspirasi oleh teladan nilai, pemikiran, serta perjuangan Gus Dur.

Karena sifatnya jejaring kerja, tak ada keanggotaan formal dalam Gusdurian. Ormas ini memusatkan diri terhadap sinergi kerja non-politik praktis pada beragam hal yang pernah ditekuni Gus Dur; mulai dari Islam dan keimanan, kultural, negara, hingga kemanusiaan.

Gusdurian banyak berkonsentrasi pada isu-isu kebangsaan, pendidikan, dan ekonomi. Namun, sejak tahun 2013, jaringan ini mulai tertarik dengan NU dan pesantren, Islam di Indonesia, intolerasi, hingga transisi demokrasi.

Gusdurian tidak terikat tempat. Mereka tersebar di berbagai penjuru Indonesia hingga mancanegara. Mereka membentuk komunitas-komunitas lokal yang sebagian besar terhubung melalui forum dialog dan karya.

Gusdurian juga diikuti generasi 2000-an. Guna memperkuat kerja sama itu, dibentuklah Sekretariat Nasional Jaringan Gusdurian, di mana Alissa Qatrunnada alias Alissa Wahid—putri sulung Gus Dur—berperan sebagai koordinatornya.

Selain Alissa, adiknya, Zannuba Arifah Chafsoh atau Yenny Wahid, juga aktif dalam Jaringan Gusdurian. Mereka berdua dianggap merepresentasikan jaringan ini dan memiliki pengaruh yang kuat hingga akar rumput.

Baca Juga :   Tim Sukses Tiga Capres Kompak Ngaku Pro-Petani Tembakau di Musim Kampanye

Artikel Terkait

Leave a Comment