samudrafakta.com

Imsak adalah “Sirine” Kreativitas Ulama Nusantara, Tanda Cinta untuk Umat

Ilustrasi waktu fajar atau Subuh, sebagai penanda dimulainya puasa. Para ulama Nusantara mengkreasikan "sirine" peringatan menjelang Subuh bernama imsakiyah. (Canva)

Sedangkan Dr. Musthafa al-Khin, dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji menyebutkan, “Puasa menurut syara’ adalah menahan diri dari apa-apa yang membatalkan dari terbitnya fajar sampai dengan tenggelamnya matahari disertai dengan niat.” Musthafa al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji fil Fiqh As-Syafi’i (Damaskus: Darul Qalam, 1992], juz 2, hal. 73) .

Lebih lanjut, Sirojudin Al-Bulqini memaparkan, “Yang ketujuh (dari hal-hal yang perlu diperhatikan) adalah menahan diri secara menyeluruh dari apa-apa (yang membatalkan puasa) yang telah disebut sepanjang hari dari tebitnya fajar sampai tenggelamnya matahari..” (Sirojudin al-Bulqini, Al-Tadrib, Riyad: Darul Qiblatain, 2012], juz 1, hal. 343)

Dari berbagai keterangan di atas, sebenarnya secara jelas dapat diambil kesimpulan bahwa awal dimulainya puasa adalah ketika terbit fajar, yang merupakan tanda masuknya waktu shalat subuh, bukan pada waktu imsak.

Adapun berimsak atau mulai menahan diri lebih awal sebelum terbitnya fajar, sebagaimana disebutkan oleh Imam Mawardi, hanyalah sebagai anjuran agar lebih sempurna masa puasanya.

Lalu, bagaimana dengan waktu imsak yang ada?

Baca Juga :   Ini Daftar Merk Kurma Asli Palestina yang Cocok untuk Takjil

Waktu imsak yang sering kita lihat di jadwal-jadwal imsakiyah adalah waktu yang dibuat oleh para ulama Nusantara untuk kehatian-hatian. Maksudnya, dengan adanya waktu imsak—yang biasanya ditetapkan sepuluh menit sebelum Subuh—maka orang yang berniat puasa diharapkan bakal lebih berhati-hati ketika mendekati waktu Subuh.

Selama jeda sepuluh menit itu diharapkan seseorang yang berniat puasa segera menghentikan aktivitas sahurnya, menggosok gigi untuk membersihkan sisa-sisa makanan yang bisa jadi membatalkan puasa, dan juga mandi serta persiapan lainnya untuk melaksanakan shalat Subuh.

Madzhab Syafi’i, yang dianut oleh sebagian besar Muslim Indonesia, identik dengan sebuah ajaran yang mengacu kepada Al-Quran dan Sunnah dengan lebih mengedepankan Ihtiyath (kehati-hatian) dalam menetapkan suatu hukum. Berdasarkan prinsip kehati-hatian itu pula para ulama Nusantara mengkreasikan “sirine” bernama imsakiyah.

Fajar yang menjadi awal puasa, sebagaimana diterangkan dalam Al-Quran, hadits, maupun pendapat para ulama, menunjukkan waktu Subuh. Namun, para ulama berusaha menjaga kehati-hatian, sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah Saw., dengan menghentikan makan dan minum sebelum Subuh. Mereka menyebut waktu agar berhati-hati tersebut dengan nama waktu imsak.

Mungkin imsak bisa diartikan sebagai “sirine” peringatan dini, bahwa waktu sahur akan segera habis, dan agar waktu sahur tidak terlewat. Jadi, sebaiknya segera selesaikan makan sahur saat sirine imsak berbunyi—kendati masih boleh makan minum selama azan Subuh belum berkumandang.

Baca Juga :   THR Pekerja di Surabaya Belum Cair, Silakan Lapor ke Nomor Ini

Barangkali dapat dibayangkan bila para ulama kita tidak menetapkan waktu imsak. Bisa jadi seorang yang sedang menikmati makan sahurnya, karena tidak tahu jam berapa waktu Subuh tiba, kebingungan ketika tiba-tiba terdengar kumandng azan, sementara di mulutnya masih ada makanan yang siap ditelan.◼︎

Artikel Terkait

Leave a Comment