YLBHI menilai setahun pemerintahan Prabowo–Gibran makin jauh dari konstitusi dan demokrasi.
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) merilis catatan kritis tepat satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, 20 Oktober 2025. Hasilnya: pemerintahan dinilai berjalan tanpa berpegang pada Konstitusi, prinsip negara hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), supremasi sipil, dan demokrasi.
YLBHI menyoroti penguatan lanskap pemerintahan yang militeristik dan otoritarian. Lembaga bantuan hukum ini menemukan gejala tersebut dilakukan secara sistematis, konsisten, dan meluas.
“YLBHI menemukan setidaknya terdapat 7 (Tujuh) catatan utama yang menunjukkan bahwa Pemerintahan Prabowo-Gibran semakin membahayakan demokrasi, hak asasi manusia dan prinsip negara hukum,” tulis laporan yang dirilis YLBHI [PDF}.
Berikut adalah tujuh catatan kritis YLBHI terhadap satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran:
1. Kacaunya Produk Hukum dan Tata Kelola
Catatan pertama, YLBHI menilai pembentukan produk hukum berjalan kacau dan ugal-ugalan. Ini diperparah oleh ketiadaan DPR yang kritis sebagai oposisi.
Contoh utama adalah revisi kilat Undang-Undang TNI. Pemerintah dan DPR membahas draf tersebut secara tertutup di Hotel Fairmont Jakarta Pusat (14-15 Maret 2025). Padahal, isinya sangat problematis, salah satunya perluasan jabatan sipil yang bisa diduduki prajurit TNI aktif.
Proses bermasalah juga terjadi pada revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Sebanyak 1.676 daftar isian masalah (DIM) dibahas hanya dalam waktu dua hari. YLBHI menilai RKUHAP gagal menyentuh substansi masalah peradilan pidana (salah tangkap, penyiksaan, kriminalisasi). Sebaliknya, RKUHAP justru memperluas kewenangan subjektif polisi tanpa pengawasan ketat.
2. Proyek Ambisius untuk Oligarki
Pemerintahan Prabowo-Gibran dinilai memperluas Proyek Strategis Nasional (PSN) yang terbukti menyengsarakan rakyat. YLBHI menyoroti pelibatan militer secara langsung dalam pelaksanaan PSN, seperti di Rempang (penggusuran) dan Kalimantan Utara (perampasan lahan).
Laporan ini merinci beberapa proyek:
- Food Estate: Proyek di Merauke ini melibatkan Kementerian Pertahanan, perusahaan swasta (Jhonlin Group, dkk), dan militer sebagai penjaga sekaligus penggarap. Proyek ini menyingkirkan masyarakat adat Malind, Makleuw, Yei, dan Khimaima.
- Makan Bergizi Gratis (MBG): Program ini berjalan tanpa dasar hukum yang jelas selain Perpres Badan Gizi Nasional. Anggarannya mencapai Rp 71 triliun pada 2025, sebagian besar (30%) diambil dari alokasi APBN pendidikan. YLBHI mencatat 9.089 orang di 83 kabupaten/kota keracunan makanan hingga 30 September 2025. Laporan ini juga menyoroti dugaan pelibatan anggota TNI, Polri, dan pejabat partai dalam usaha penyedia dapur.
- Danantara: Badan baru ini mengelola 844 BUMN dengan aset US$ 1 triliun. YLBHI mencatat 24 dari 31 individu di strukturnya adalah politisi. Danantara kini digunakan untuk mendanai PSN, yang diyakini akan memperparah konflik agraria.
3. Kemiskinan, Ketimpangan, dan Pajak Anti-Rakyat
YLBHI menyoroti angka kemiskinan yang parah. Menggunakan standar baru Bank Dunia (US$ 8,30 per kapita/hari), 194,58 juta jiwa (60,3%) penduduk Indonesia masuk garis kemiskinan. Ironisnya, ketimpangan semakin akut. Kekayaan 50 triliuner di Indonesia naik lebih dari dua kali lipat dalam lima tahun terakhir, 61% ditopang industri ekstraktif.





