Sunan Kudus menggunakan strategi kompromis dalam dakwahnya. Dia “berkompromi” dengan sapi dan arsitektur bercorak Hindu-Buddha dalam menjalankan dakwahnya di wilayah Kudus—yang mayoritas masyarakatnya pada masa itu memeluk agama Hindu dan Buddha. Strategi yang ampuh untuk menarik simpati dan mengislamkan masyarakat.
Arsitektur bangunan rumah di Kudus, yang sampai sekarang dianggap sebagai bangunan khas daerah tersebut, disinyalir berkembang pada masa Sunan Kudus. Relief-relief yang ada pada rumah tersebut berbeda dengan relief yang terdapat pada candi-candi di Jawa Tengah. Relief tersebut menunjukkan adanya kompromi antara arsitektur Islam dengan arsitektur Hindu.
Bangunan Menara Masjid Kudus dan Lawang Kembar Masjid Kudus pun menunjukkan arsitektur kompromis tersebut. Perpaduan kompromis kedua jenis bangunan tersebut juga ditarik dalam wilayah legenda, yang mengisahkan bahwa Sunan Kudus membawa masing-masing bangunan itu dalam bungkus sapu tangan, di mana menara dibawa dari tanah Arab, sedangkan lawang atau pintu kembar dibawa dari Majapahit.

Perpaduan unsur Islam dengan unsur lokal ala Sunan Kudus juga termuat pada legenda yang mengaitkan larangan Sunan untuk menyembelih dan memakan daging sapi—hewan yang dimuliakan dan dihormati orang Hindu. Salah satu kisah menuturkan, suatu saat Sunan Kudus tersesat di daerah lembah berhutan-hutan dan kehilangan jalan. Setelah berputar-putar sampai sore, Sunan Kudus mendengar suara genta, yang ternyata berasal dari sekawanan sapi yang sedang berjalan. Sunan Kudus mengikuti sapi-sapi itu hingga sampai ke sebuah desa.
Karena merasa berhutang budi kepada sapi-sapi itulah—menurut legenda tersebut—Sunan Kudus mewanti-wanti agar penduduk tidak makan daging sapi. Maka dari itu, saat Idul Adha atau pada acara kenduri, yang disembelih oleh Sunan Kudus bukan sapi, tetapi kerbau. Dan hingga sekarang ini, di daerah Kudus tidak ditemukan penduduk yang menjual makanan dari daging sapi, dengan alasan tidak berani melanggar larangan Sunan Kudus.
Sunan Kudus juga dikisahkan sering menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an yang tertera dalam Surah Sapi Betina atau Surah Al-Baqarah. Menurut Solichin Salam dalam Menara Kudus, sebuah cerita rakyat di Kudus menyebutkan bahwa masyarakat Kudus tidak pernah menyembelih sapi karena dahulu Sunan Kudus pernah ditolong oleh seorang pendeta Hindu dengan diberi air susu sapi ketika dia kehausan. Sebagai rasa terima kasih Sunan Kudus, masyarakat di Kudus dilarang menyembelih sapi.
Sementara buku Mengenal Sembilan Wali (Wali Sanga) (2018) karya Susilarini menyebutkan bahwa Sunan Kudus menggunakan sapi untuk menarik perhatian warga agar mau datang mendengarkan dakwahnya.





