samudrafakta.com

Sukarno dan Kuliner (2): Giat Kampanye Kuliner Nusantara hingga ‘Nasionalisasi’ Resep Barat

“Itu merupakan satu bentuk akumulasi dari orientasi politik pangan Bung Karno sejak 1950-an, yang pada akhirnya menunjukkan makanan sebagai sebuah sarana untuk memperlihatkan identitas kebangsaan,” terang Fadly.

Sebelumnya, dalam sebuah pertemuan dengan istri-istri pejabat di kabinetnya, Sukarno menyampaikan agar para pejabatlebih bangga mengedepankan masakan Indonesia.

“Karena ini penting ditunjukkan kepada tamu negara yang datang ke Indonesia sebagai sebuah sarana diplomasi,” kataFadly, yang merupakan staf pengajar di Jurusan Sejarah, Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung itu.

Menurut Fadly, saat itu salah satu pekerjaan rumah bagi negara yang baru merdeka saat itu adalah menumbuhkan rasa bangga terhadap makanan Indonesia ketimbang makanan Barat. Narasi ini perlu dikampanyekan karena Sukarno melihatbangsa Indonesia suka sekali makanan Barat, seperti bistik dan kue-kue, karena dianggap ‘lebih bergengsi’ daripada makanan lokal.

“Di sini, kalau kita lihat atau cerna, upaya dekolonisasi sudah nyata dicetuskan oleh Bung Karno. Salah satunya melalui makanan,” kata Fadly

Dalam bukunya, Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia (2016), Fadly menulis, meski terdapat motivasi antiimperialisme dan antikolonialisme, resep-resep Eropa tak serta-merta disingkirkan, tetapi dimodifikasi bahan dan namanya. Misalnya kue bangket yang aslinya dari Eropa, bahan bakunya diubah dari tepung terigu menjadi sagu basah.Namanya pun diubah menjadi kue bangket nasional.

Baca Juga :   Sukarno dan Khrushchev (2): Ada ‘Aroma’ Soviet di Tugu Monas
Kue bangket yang ‘dinasionaliosasi’ oleh Sukarno. (Dok. SF)

Fadly juga menemukan beberapa resep yang terkesan politis. “Seperti bolu dwikora dan puding dwikora yang menggunakan tepung ararut sebagai bahan baku kue yang berasal dari Eropa itu,” tulisnya.

Dwikora merupakan akronim Dwi Komando Rakyat, seruan komando yang disampaikan Bung Karno ketika bersengketa dengan Malaysia pada 1964.

Usaha mengenalkan makanan Indonesia kala itu juga terlihat di iklan-iklan surat kabar. Misalnya, di dalam Varia edisi 13 Maret 1963 terdapat sebuah iklan berjudul The All Indonesian Food and Fruits Festival. Dalam iklan itu disebutkan bahwa ada lebih dari 300 jenis makanan yang diadakan di Wisma Nusantara pada 19 Maret 1963.—Bersambung

(Wijdan | Diolah dari Berbagai Sumber)

Keterangan foto utama: Sukarno dijamu oleh pemimpin Tiongkok, Mau Zedong, ketika ia melakukan kunjungan kenegaraan ke RRT pada tahun 24 November 1956. (Dok. Bertman/Corbin)

Artikel Terkait

Leave a Comment