samudrafakta.com

Penyakit Menular Seksual Melonjak di Eropa, Disinyalir Gara-gara Perubahan Perilaku Seks Pasca-Pandemi

Ilustrasi pasien IMS berkonsultasi dengan dokter. (Canva)
JAKARTA—Kasus penyakit menular seksual—kadang juga disebut infeksi menular seksual (IMS)—dilaporkan melonjak di seluruh Eropa. Pusat Pengendalian Pencegahan Penyakit Eropa (ECDC) melaporkan, jenis IMS yang mengalami kenaikan kasus paling tinggi adalah gonore atau kencing nanah.

Gonore berbeda dengan sifilis. Pada gonore, gejala yang dikeluhkan adalah kencing nanah, terutama pada pagi hari saat bangun tidur. Sedangkan sifilis—yang juga dikenal dengan nama penyakit “raja singa”— keluhan yang dialami penderita adalah adanya luka atau ulkus pada alat kelaminnya, di mana luka ini bersih dan tidak menimbulkan rasa nyeri.

Untuk kasus sifilis di Eropa, sebagaimana dilaporkan ECDC, meningkat 34 persen dibanding tahun sebelumnya, menjadi lebih dari 35 ribu kasus. Sementara kasus klamidia meningkat 16 persen, jadi lebih dari 216 ribu. Kasus gonorelah yang peningkatannya paling tajam secara persentase, yang dilaporkan melonjak 48 persen—atau menjadi lebih dari 20 ribu kasus.

“Angka-angka tersebut memberikan gambaran yang jelas: sesuatu yang memerlukan perhatian dan tindakan segera,” kata Direktur ECDC Andrea Ammon, dikutip dari Reuters, Jumat (8/3).

Baca Juga :   Ini Lho Cara Hemat Menghabiskan Akhir Pekan...

Penyakit menular seksual yang tidak diobati bisa menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk nyeri kronis, infertilitas, dan komplikasi neurologis dan kardiovaskular pada sifilis.

Untuk kasus limfogranuloma venereum (LGV) dan sifilis kongenital, yaitu ketika infeksi ditularkan dari ibu ke janin, menurut Ammon, juga meningkat tajam, kendati dalam tingkat yang lebih rendah.

IMS memang selalu dilaporkan meningkat selama bertahun-tahun di banyak negara, termasuk Eropa. Penularan sempat terhenti ketika pandemi COVID-19, lantaran sebagian besar pemerintah di berbagai negara memberlakukan tindakan isolasi sosial dengan memerintahkan masyarakat tinggal di rumah.

Ada sejumlah alasan di balik peningkatan IMS berkelanjutan ini, kata ECDC. Antara lain karena lebih banyak kasus yang terdeteksi karena pengawasannya lebih baik, juga karena ada peningkatan tes di rumah. Namun, selain itu, tentu juga karena meningkatnya perilaku seksual berisiko.

“Menurut data terbaru, lonjakan infeksi di kalangan generasi muda heteroseksual, khususnya perempuan muda, mungkin disebabkan oleh perubahan perilaku seksual pasca-pandemi,” kata Ammon.

Menurut kajian ECDC, belum ada bukti bahwa peningkatan infeksi gonore disebabkan oleh resistensi antimikroba. Namun demikian, lembaga tersebut akan terus memantaunya. Menurut Ammon, angka-angka tersebut kemungkinan merupakan “puncak gunung es”, karena banyak infeksi yang tidak terdeteksi.

Baca Juga :   Pengguna Ponsel Android Bondong-bondong Migrasi ke iPhone, Gara-gara Gengsi atau… 

“Negara-negara Eropa perlu fokus pada upaya pengujian, pengobatan, dan pencegahan. Setiap individu perlu mengambil langkah-langkah untuk melindungi diri mereka sendiri, terutama dengan menggunakan kondom, misalnya”, kata Ammon.◼︎

Artikel Terkait

Leave a Comment