Obituari Tan Joe Hok: Sang ‘Pembunuh Raksasa’ yang Pernah Jadi Korban Diskriminasi

Tan Joe Hok, legenda bulu tangkis Indonesia. | PP PBSI
Dunia bulutangkis Indonesia dirundung duka. Pebulutangkis legendaris Indonesia, Tan Joe Hok alias Hendra Kartanegara, yang berjuluk “The Giant Killer“, mengembuskan napas terakhirnya pada Senin, 2 Juni 2025, di Rumah Sakit Medistra dalam usia 87 tahun. Pernah menjadi korban diskriminasi sebelum merengkuh segudang prestasi.

__________

Kabar duka ini pertama kali disampaikan oleh mantan pebulu tangkis nasional, Yuni Kartika, lewat unggahan di media sosial. “Telah meninggal dunia legenda bulu tangkis kebanggaan Indonesia Om Tan Joe Hok. Semoga arwahnya diterima di sisi Tuhan YME,” tulis Yuni, Senin.

Tan adalah anggota tim inti Piala Thomas 1958. Bersama rekan-rekannya saat itu, seperti Ferry Sonneville, Tan King Gwan, Njoo Kim Bie, Lie Poo Djian, Olich Solichin, dan Eddy Yusuf, Tan pernah dijuluki “The Magnificent Seven”.

Kala itu Indonesia ikut babak penyisihan Piala Thomas, menghadapi Selandia Baru dan Australia. Tan sukses menyapu bersih seluruh partai dengan kemenangan meyakinan di sektor tunggal. Dan akhirnya, tim Thomas Merah Putih melangkah ke challenge round berhadapan dengan Malaya (kini Malaysia) yang dimainkan di Singapura–yang saat itu masih menjadi bagian dari Malaya.

Bacaan Lainnya

Tak hanya di permainan tunggal, Tan Joe Hok juga diturunkan di nomor ganda. Ketangguhannya mengantarkan Indonesia mengalahkan Malaya 6-3, membuka jalan bagi kejayaan bulu tangkis nasional di level dunia.

Itu adalah kali pertama Indonesia menjadi juara pada kejuaraan beregu putra tersebut. Saat itu Tan mengandaskan salah satu pemain unggulan, Finn Kobbero asal Denmark, dalam pertarungan tiga gim yang berkesudahan 1-15, 15-12, dan 15-10.

Prestasi itu mengantarkannya ke puncak perbulutangkisan dunia. Ia dinobatkan sebagai pemain terbaik dunia. Menjadi juara setelah menaklukkan para “raksasa” bulutangkis”. Karena itulah jukan Giant Killer alias Pembunuh Raksasa tersemat padanya.

Prestasinya diliput secara eksklusif dua halaman di majalah berbahasa Inggris Sports Illustrated. Ia menjadi atlet Indonesia pertama yang tampil di majalah olahraga tersebut.

Tan Joe Hok juga merupakan pemain tunggal putra pertama Indonesia yang menjuarai All England, setelah mengalahkan kompatriotnya, Ferry Sonneville, di final 1959 dengan skor 15-8, 10-15, 15-3.

Prestasi Tan lainnya datang dari Asian Games 1962, saat ia menyumbangkan medali emas untuk Indonesia. Tan Joe Hok jadi salah satu atlet Indonesia yang berhasil merebut gelar tersebut. Selain itu, ada Minarni dari sektor tunggal putra dan ganda putri, bersama Retno Kustijah.

Di luar lapangan, Tan Joe Hok melanjutkan pendidikan ke Baylor University di Amerika Serikat, menekuni bidang kimia dan biologi. Tapi, cintanya pada tanah air tak pernah pudar. Ia pulang, mengabdi lewat pelatihan, pembinaan, dan sumbangsih pemikiran untuk regenerasi atlet muda.

Dia juga sempat menjajal karier di luar negeri sebagai pelatih bulutangkis di Meksiko dan Hong Kong, namun akhirnya kembali ke tanah air dan menjadi pelatih di PB Djarum pada 1982. Di situ dia menjabat sebagai pelatih dan project manager cabang Jakarta.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *