samudrafakta.com

Nahdliyin Nusantara Ingatkan PBNU untuk Tidak Menjadi “Posko Politik”

YOGYAKARTA—Sejumlah kiai, gus, dan aktivis muda Nahdlatul Ulama (NU) yang berhimpun dalam Nahdliyin Nusantara melaksanakan Musyawarah Besar (Mubes) di Kampoeng Mataram, Ringroad Selatan Panggungharjo, Sewon, Bantul, pada Ahad (28/1/2024). Mubes dilaksanakan untuk menyikapi adanya mobilisasi vertikal di kalangan warga NU, mulai dari PBNU, PWNU, hingga ranting secara terstruktur, sistematis, dan masif untuk memenangkan salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. PBNU bahkan diduga menjadi ‘posko politik’.

Mubes tersebut membahas beberapa hal yang terbagi ke dalam lima komite, yaitu:

  1. NU dan Politik Kemaslahatan
  2. Napak tilas 1 Abad Pengabdian NU: Khittah dan AD ART
  3. Demokrasi dan Desain NU Masa Depan
  4. Mencari Rumusan Nilai-Nilai Keulamaan dalam Tradisi Aswaja
  5. Politik Uang dalam Masyarakat Menurut NU

“Mubes ini kami gelar untuk menyuarakan netralitas NU dan mendesak PBNU kembali ke khitah,” ujar kordinator Mubes Nahdliyyin Nusantara T.G Hasan Basri Marwah dalam konferensi pers di Yogyakarta, Sabtu, 27 Januari 2024.

Mubes diihadiri, antara lain, Kiai Imam Baihaqi (Dewan Pengarah), Zuhdi Abdurrahman (Sekretaris Mubes Nahdliyyin Nusantara), Kiai Nur Khaliq Ridwan (Perumus dan pengarah Mubes), Kiai Aguk Irawan (JNPK-NU), dan lain-lain.

Baca Juga :   PDIP Pecat Budiman Sudjatmiko Melalui Surat yang Dikirim Lewat Kurir

Menurut Hasan Basri, keadaan akhir-akhir ini di tingkat jam’iyah turut tergerus dalam hiruk pikuk politik menjelang Pilpres 2024.

Mubes digelar berdasarkan hukum-hukum yang telah ditetapkan Muktamar NU tahun 1999 dan 2002 tentang nasbul imam dan demokrasi dan tentang money politics.

Disebutkan bahwa mengangkat imam itu wajib yang harus disertai dengan penciptaan masyarakat demokratis. Sementara politik uang itu adalah haram dan pengkhianatan, karena money politics itu sifatnya lidaf`il haqq litahshilil bathil.

Hasan mengungkap, dalam persoalan pemilihan umum, yang merupakan bagian dari pelaksanaan demokrasi, PBNU harus mengambil sikap netral dan mengedepankan langkah-langkah politik kebangsaan yang mandiri dan mencerminkan karakter politik berbasis ahlusunnah wal jamaah atau aswaja.

“Rais Aam dan jajaran syuriah PBNU memiliki hak mutlak menegur dan memberhentikan pengurus PBNU yang terlibat langsung dengan praktik politik praktis dalam Pemilu,” kata dia.

“Rais Aam dan jajaran syuriah PBNU juga perlu memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada warga NU menyalurkan hak-hak politiknya dalam setiap Pemilu. Tidak malah mengarahkan secara vulgar dan murahan agar pengurus NU dari PBNU sampai cabang mendukung salah pasangan capres dan cawapres,” kata dia.○

Baca Juga :   Gugatan Pilpres ke MK Selalu Kandas Sejak 2004, Bagaimana Peluang Kali Ini?

FOTO: Mubes Nahdliyin Nusantara di Bantul, DIY, Ahad (28/1/2024). (Dok. Nahdliyin Nusantara)

Artikel Terkait

Leave a Comment