Tradisi keilmuan pesantren yang berakar pada kritik teks dan pemahaman kontekstual seharusnya menjadi fondasi bagi keterlibatan aktif santri dalam percaturan politik kebangsaan yang berintegritas. Namun demikian, keterlibatan santri dan komunitas pesantren dalam dunia politik sering kali bersifat pasif atau simbolik.
Bahkan kadang bersifat ritual lima tahunan saat Pilpres dan Pilkada. Padahal, sejarah mencatat bahwa para ulama dan santri pernah menjadi penggerak utama perubahan sosial-politik di masa penjajahan maupun pascakemerdekaan.
Oleh karena itu, dengan momentum pengembangan pesantren transformatif, penting untuk mendorong keterlibatan langsung dan tidak langsung santri dalam pembangunan politik melalui pendekatan keilmuan dan penguatan kesadaran ideologis.
Lomba Baca Kitab Kuning bidang fikih siyasah menjadi wahana strategis untuk menumbuhkan kembali kesadaran politik berbasis turâts. Kegiatan ini tidak hanya meneguhkan posisi pesantren sebagai aktor penting dalam membangun peradaban, tetapi juga sebagai langkah konkret PKB dalam merawat basis ideologis dan kulturalnya di kalangan pesantren—sebagaimana dilakukan partai-partai lain dengan massa ideologis mereka, baik Marhaenis, Islamis, maupun Nasionalis.
Kegiatan ini setidaknya memiliki beberapa tujuan yang hendak dicapai, di antaranya:
Pertama, meningkatkan pemahaman santri terhadap khazanah fikih siyasah dalam kitab kuning. Kedua, mendorong kesadaran kritis santri terhadap politik sebagai bagian dari tanggung jawab keagamaan dan kebangsaan.
Ketiga, menumbuhkan keberanian dan kemampuan santri dalam menyampaikan ide-ide politik berbasis turâts ke dalam konteks aktual. Keempat, membangun regenerasi kader pemikir dan pemimpin politik dari kalangan pesantren.
Dan kelima, tentu saja secara khusus memperkuat hubungan ideologis dan emosional antara pesantren dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai representasi politik santri.
Lomba Baca Kitab Kuning bidang fikih siyasah ini adalah ikhtiar membangun jembatan antara warisan keilmuan Islam klasik dengan tantangan politik kontemporer. Melalui kegiatan ini, pesantren tidak hanya menjaga warisan, tetapi juga menafsirkan dan menghidupkan kembali peranannya dalam membentuk arah bangsa.





