samudrafakta.com

Mas Bechi Divonis 7 Tahun, Penasihat Hukum Sebut Tirani Yudikatif

Sidang putusan Mas Bechi di Pengadilan Negeri Surabaya ditayangkan secara langsung oleh akun Youtube Kompas TV, Kamis (17/11/2022). Mas Bechi divonis 7 tahun penjara karena dinilai terbukti menyerang secara keasusilaan sebagaimana diatur pasal 289 KUHP. (Tangkapan layar akun Youtube Kompas TV)

SURABAYA | SAMUDRA FAKTA—Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diketuai Sutrisno memvonis MSAT alias Mas Bechi—putra kiai dari Jombang yang menjadi terdakwa kasus kejahatan seksual—tujuh tahun penjara, Kamis (17/11/2022). Penasihat hukum (PH) Mas Bechi menilai putusan tersebut merupakan praktik tirani yudikatif karena dinilai mengabaikan fakta-fakta persidangan. PH juga menilai majelis hakim tidak memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk bertanya sebelum menutup persidangan.

Dalam perkara ini, Mas Bechi didakwa tiga pasal sekaligus oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur Mia Amiati. Pasal-pasal itu adalah: 294 KUHP tentang perbuatan cabul terhadap seseorang di bawah penguasaannya; 285 KUHP tentang pemerkosaan; dan 289 KUHP tentang perbuatan cabul yang menyerang kesusilaan. JPU menuntut Mas Bechi 16 tahun penjara karena dinilai terbukti melakukan pemerkosaan sebagaimana dakwaan kedua yang diatur dalam pasal 285 KUHP, juncto pasal 65. Namun, majelis hakim PN Surabaya memvonis Mas Bechi dengan pasal dakwaan terakhir, 289 KUHP juncto pasal 65 KUHP.

Baca Juga :   Ngeri, Siswi SMP di Surabaya Jadi Korban Pencabulan Ayah, Kakak, dan 2 Pamannya

Ketika membacakan pertimbangannya, majelis hakim menyatakan jika dakwaan pertama dan kedua, yaitu pasal 294 dan 285 KUHP, tidak terpenuhi. Pertimbangan hakim berdasarkan bukti-bukti dan fakta-fakta dari 28 persidangan yang telah berlangsung. Namun, setelah melalui proses sidang putusan yang berlangsung kurang lebih tujuh jam tersebut, Ketua Majelis Hakim Sutrisno menyimpulkan bahwa Mas Bechi terbukti memenuhi dakwaan ketiga, yaitu pasal 289 KUHP tentang menyerang kesusilaan. Pasal itu di-juncto-kan dengan pasal 65 KUHP tentang hukuman akumulatif dari beberapa tindak kejahatan.

Setelah putusan dibacakan, suasana Ruang Sidang Cakra PN Surabaya hening. Tidak ada suara. Hingga akhirnya Durrotul Masunnah, istri Mas Bechi, tetiba berteriak, “Zalim!” Teriakannya memecah keheningan ruang sidang. Setelah itu suasana sempat agak ricuh karena pendukung dan keluarga Mas Bechi ikut bersuara. Mungkin karena melihat suasana kurang kondusif, majelis hakim langsung beringsut keluar dari ruang sidang. Padahal, majelis belum bertanya kepada terdakwa, menerima atau mengajukan banding.

Salah satu PH Mas Bechi, Rio Ramabaskara, menilai putusan hakim tidak sesuai fakta persidangan, “Dalam proses persidangan seharusnya hakim mengacu pada judec factie. Hakim harus memeriksa fakta. Dalam putusan ini, yang paling sesat adalah, dalam menentukan kebenaran fakta, hakim menggunakan keterangan Nun Sayuti (pengacara korban sekaligus saksi testimonium de auditu—red) sebagai bukti. Hakim menerapkan Putusan MK Nomor 65/.PUU-VIII/2010 tentang perluasan saksi, di mana saksi testimonium de auditu bisa digunakan di sini. Tetapi, menurut kami, penerapan putusan tersebut tidak tepat,” kata Rio, Jumat (18/11/2022)

Baca Juga :   Baru Divonis Bebas Terkait Kasus Suap, Hakim Agung ini Ditangkap Lagi karena Perkara Serupa

Hakim juga menolak bukti foto Mas Bechi yang membuktikan bahwa pada 20 Mei 2017 siang dia sedang rapat program Jelajah Desa di Hotel Yusro, Jombang. Foto itu, menurut Rio, sebagaimana keterangan waktu dalam akun Facebook salah seorang warga Shiddiqiyyah, diambil siang hari. Foto itu membuktikan bahwa Mas Bechi tidak ada di tempat yang disebut sebagai lokasi kejadian, Gubuk Cokro Kembang. “Tetapi hakim menyebut foto itu diambil pagi. Pagi dari mana? Keterangan waktunya di Facebook jelas sekali kok,” protes Rio.

Artikel Terkait

Leave a Comment