Kontroversi Kematian Mallaby dan Pecahnya Pertempuran 10 November 1945

Brigjen A.W.S. Mallaby. - Arsip Istimewa
Dari insiden bendera di Hotel Yamato hingga tewasnya Jenderal Mallaby di Jembatan Merah, Surabaya 1945 menjadi titik balik ketika fitnah dan keberanian rakyat melahirkan Hari Pahlawan.

Dua bulan setelah Indonesia merdeka, bangsa ini sudah harus menghadapi ujian besar di Surabaya. Dari insiden pengibaran bendera Belanda di Hotel Yamato hingga tewasnya Brigjen A.W.S. Mallaby, kota itu menjadi panggung sejarah paling berdarah 1945.

Setelah perundingan antara Bung Karno, Hatta, dan Jenderal Sudirman dengan Mallaby, Inggris sepakat mundur dari Surabaya. Mallaby bahkan berkeliling kota dengan bendera putih sebagai tanda menyerah. 

Namun, intelijen Belanda (NEFIS) menolak kesepakatan itu. Di bawah koordinasi Mayor Simon Spoor dan intel Amerika G2 pimpinan Jenderal Douglas MacArthur, mereka merencanakan pembunuhan Mallaby di Jembatan Merah pada 30 Oktober 1945.

Kematian Mallaby dijadikan dalih untuk menuduh Republik sebagai pelaku dan memicu serangan besar-besaran 10 November 1945. Padahal saksi parlemen Inggris, Tom Driberg, menyatakan hanya perwira Inggris yang terlihat di lokasi. Fitnah itu menimbulkan keguncangan politik di tubuh republik, tapi berhasil diredam berkat Resolusi Jihad dari KH. Hasyim Asy’ari yang menegaskan: mempertahankan kemerdekaan adalah fardhu ‘ain.

Bacaan Lainnya

Bung Tomo pun memimpin rakyat dengan pekik takbir melawan serangan sekutu. Di tanah Surabaya, tentara rakyat berhasil menewaskan dua jenderal Inggris—peristiwa langka dalam sejarah dunia.

Selengkapnya baca di sini.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *