samudrafakta.com

Kami Berlindung Dari Kualat Nasional

SUJIWO TEJO dalam satu tulisan rubrik Wayang Durangpo III Jawa Pos (2011-2012), episode 156, dengan kisah khas kosmologi pewayangan menceritakan sosok bernama Rajasuya Sisupala, Raja Cedi, dalam lakon Sesaji. Sang Raja bermata banyak ini berhasil membuka aib Pandawa, Bisma, Kurawa, Kresna, dan aib-aib lainnya.

Mbah Tejo, dalam tulisannya ini, mencoba ‘membaca pertanda’ dengan menyitir ‘prophecy’ dari sastrawan Jawa abad ke-18, Bagus Burhan, atawa tenar dengan nama Raden Mas Ngabehi Ronggo Warsito, yang meramalkan adanya tujuh jenis Satrio Piningit yang akan memimpin Nusantara.

Adapun pemimpin jenis keenam adalah “Satrio Boyong Pambukaning Gapuro”. Satrio inilah yang akan membuka jalan bagi munculnya pemimpin baru, Satrio Piningit ketujuh, yaitu “Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu”. Satrio Boyong Pambukaning Gapuro tidak bermakna pemimpin yang membuka gerbang bagi kedatangan pemimpin baru. Satrio Boyong Pambukaning Gapuro itu justru satrio yang membuka gapura untuk terungkapnya aib seluruh bangsa.

Coba, sekarang pikir, aib apa saja yang tidak mulai terkuak pada bangsa ini? “Wa idza as suhufu nusyirat,” ketika lembaran-lembaran amal, perilaku, kinerja buruk dibuka. Eh, tapi, sekarang kan masa Presiden ketujuh ya, bukan keenam? Ya embuh. Siapa tahu aib-aib tersebut telah diperbuat dari pemimpin-pemimpin sebelumnya. Husnuzan saja, barangkali ini ‘istidraj’, Gusti Allah sedang ‘ngujo’ bangsa ini. Kualatnya ‘delay’, ditangguhkan. Allahu a’lam bi muradih

Kompas, 28 Oktober 2022, mengangkat tulisan soal “Reformasi Hukum Kian Mendesak”. Stagnasi indeks negara hukum Indonesia selama tujuh tahun terakhir menunjukkan bahwa prinsip-prinsip negara hukum belum diterapkan di negeri ini. Indeks Negara Hukum Indonesia sejak tahun 2015 hingga 2022 stagnan pada skor 0,52-0,53 dalam skala 0-1. Ini menunjukkan bahwa prinsip-prinsip negara hukum belum terwujud di negeri ini. Belum terimplementasi dalam praktik. Selain substansi aturan hukum, reformasi juga perlu dijalankan  di institusi penegak hukum, khususnya kepolisian.

Baca Juga :   Jaksa Agung, Celine Evangelista, dan Panggilan ‘Papa’ di Pusaran Korupsi Tambang

Dalam dua bulan ini, publik dikagetkan dengan ‘goro-goro’ yang sedang, dan mungkin akan ada lagi, di institusi Korps Bhayangkara: mulai kasus Ferdy Sambo, tragedi Kanjuruhan Malang, kasus ‘narkoboy’ Irjen Teddy Minahasa Putra, sampai turunan-turunan ‘spill’ kasus konsorsium judi 303 dengan aneka bagan, perdagangan narkoba internasional, sampai tersingkapnya gaya hidup beberapa anggota kepolisian yang ekstravaganza. Ini baru kasus level nasional. Belum kasus lokal dan regional yang minimalis pemberitaannya oleh media, seperti: oknum polisi merudapaksa anak saksi, oknum polisi pesta narkoba, menyiksa bawahan, saling tembak antar-polisi, korupsi dan suap dalam pengurusan SIM, oknum polisi diduga terlibat aksi obstruction of justice, penghilangan barang bukti tindak pidana, dan lain-lain.

Aib juga sedang menghinggapi korps para wakil Tuhan di bumi lembaga peradilan. Masih banyak onum hakim yang menabrak pedoman etika Panca Dharma Hakim. Yang ramai di masa ‘kiwari’ adalah tertangkapnya seorang hakim agung dalam kasus rasuah atau suap. Keadilan diperdagangkan. Hukum diterapkan sesuai dengan jumlah bayaran, bukan lagi mengedepankan fakta-fakta serta bukti dalam persidangan demi mencari ‘tunjangan kenakalan’. Belum kasus-kasus pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, seperti: tidak berperilaku adil, tidak jujur, tidak berperilaku arif dan bijaksana, bersikap tidak mandiri, berintegritas rendah, tidak bertanggung jawab, tidak disiplin, dan bersikap tidak profesional.

Baca Juga :   Sindikat Ginjal Internasional Operasi Korban di Kamboja, Ada Oknum Polri dan Imigrasi yang Terlibat

Tidak hanya di kepolisian dan hakim di lembaga peradilan, integritas dan profesionalitas kinerja pemegang kuasa dominus litis, kejaksaan, juga menjadi sorotan publik gegara ketidakprofesionalan dalam membuat surat dakwaan, penuntutan ilusif yang tidak sesuai fakta persidangan, dan aneka laku pelanggaran kode perilaku jaksa lainnya.

Kalau kinerja pemberantasan korusi oleh KPK? Komisi yang didirikan sebagai antitesis kejaksaan dan kepolisian ini juga tak luput dari sorotan kritik. Jumlah kasus yang diusut jauh dari target dan uang negara yang terselamatkan anjlok signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Turunnya potensi kerugian negara yang diusut KPK terjadi sejak 2020, turun dari Rp6,2 triliun pada tahun sebelumnya menjadi Rp805 miliar. Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK hanya melakukan tujuh OTT selama 2021 dan 2020. Angka itu turun dari 21 dan 30 OTT pada dua tahun sebelumnya (berdasarkan laporan data per April 2022).

Berbagai komisi pengawasan dan penegakan etik sudah dibentuk: Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan RI, dan Dewan Pengawas KPK. Pun reformasi hukum yang baik menyeluruh, baik menyangkut regulasi, lembaga penegak hukum, maupun aparat penegak hukum sudah dan sedang dijalankan. Namun karut-marut ekosistem penegakan hukum masih saja hadir nyata di republik ini. Bencana hukum masih melanda. Dengan cara apalagi memperbaiki semuanya?

Baca Juga :   Kenapa Jampidsus Dikuntit Anggota Densus 88?

Duh Gusti… Jangan-jangan kita, aparatur penegak hukum dan keadilan, dan bangsa ini sedang kualat karena perilaku ‘ndableg’ dan ‘adigang adigung adiguna’?

Artikel Terkait

Leave a Comment