samudrafakta.com

Cinta Tanah Air Itu Berwujud Kegiatan Filantropi

Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tetapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negara”. Adagium yang dipolulerkan Presiden ke-35 Amerika Serikat John F. Kennedy itu diaplikasikan oleh Tarekat Shiddiqiyyah dengan bernas. Tak hanya mengampanyekan semangat hubbul wathon atau cinta tanah air, Tarekat Shiddiqiyyah juga mengaplikasikan wacana itu dalam tindakan nyata. Upaya konkret untuk membantu negara dalam meringankan sesama.

Doktrin tarekat yang dipimpin oleh KH. Muhammad Muchtar Mu’thi ini berbeda dari tarekat pada umumnya. Jika sebagian besar tarekat lebih berorientasi pada bimbingan spiritual melalui metode zikir, Shiddiqiyyah tidak hanya mengajarkan olah jiwa itu, tetapi juga mengintegrasikannya dengan doktrin kemanusiaan dan kebangsaan yang diaplikasikan dalam tindakan nyata.

Setiap calon warga Shiddiqiyyah—tarekat ini menyebut pengikutnya dengan istilah “warga”—harus menjalankan delapan kesanggupan jika hendak bergabung dengan tarekat. Salah satu kesanggupan itu ialah berbakti kepada sesama manusia—yang merupakan kesanggupan keempat.

Dalil yang menjadi landasan ajaran ini, salah satunya, adalah hadits Nabis Muhammad Saw. yang dinukil dari Kitab Jamius Shaghir karya Jalaluddin As-Suyuthi, pada huruf Mim, halaman 314, yang artinya: “Bersabda Rasulullah Saw: Barang siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, berarti tidak syukur kepada Allah. Bakti kepada manusia itulah syukur kepada manusia.”

Baca Juga :   THGB Menumbuhkan Cinta Tanah Air [2]: Peminat Selalu Tinggi Meski Sistem Pendidikannya ‘Berani Beda’

Dalam beberapa kesempatan, termasuk saat pengajian acara puncak Tasyakuran Perayaan Isra Mikraj 1444 H dan Hari Shiddiqiyah ke-33, 17 Februari 2023, Sang Mursyid selalu mengingatkan kepada warga Shiddiqiyah tentang manunggaling keimanan dan kemanusiaan. Pelaku tasawuf—sebagaimana Tarekat Shiddiqiyyah—menurut  Kiai Tar, harus memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi.

Manusia harus berempati sebab setiap hari selalu menerima kebaikan dari manusia lainnya berupa pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Tidak mungkin seseorang memenuhi semua kebutuhannya sendiri. Setiap orang hidup bersama masyarakat. Oleh sebab itu, Kiai Tar selalu mengajarkan warganya agar berbuat baik kepada masyarakat dengan perkataan, pikiran, hati dan harta benda.

Sejak tahun 1978, Kiai Tar selalu menyerukan agar warga Shiddiqiyyah mensyukuri nikmat Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tujuh tahun Kemudian, 1985, Sang Mursyid menerbitkan lima jilid kitab berjudul Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan Bangsa Indonesia, yang berisi pedoman cara mensyukuri kemerdekaan itu.

Dalam pandangan Tarekat Shiddiqiyyah, kemerdekaan Indonesia adalah karunia khusus nan agung dari Allah. Kemerdekaan ini diperoleh melalui perjuangan panjang seluruh Bangsa Indonesia, utamanya umat Islam. Oleh sebab itu, menurut Kiai Tar, wajib hukumnya umat Islam mensyukuri nikmat tersebut dengan cara mencintai tanah air, yang dimanifestasikan dengan sikap bela negara, rangkaian ritual, serta aksi-aksi sosial.

Baca Juga :   Catatan Sejarah Membuktikan NKRI Lahir pada 18 Agustus 1945, Bukan 17 Agustus

Sebagai wujud syukur atas karunia kemerdekaan tersebut, atas bimbingan Kiai Tar, warga Shiddiqiyyah Indonesia melaksanakan serangkaian kegiatan berupa doa sujud syukur selama tiga hari berturut-turut pada 18 – 20 Agustus; memberikan santunan terhadap anak yatim dan fakir miskin; membangun Rumah Syukur Layak Huni (RSLH) Shiddiqiyyah; dan menggelar upacara pada tanggal 17 Agustus dan 18 Agustus.

Praktik sosial filantropi warga Shiddiqiyyah dikoordinir oleh Organisasi Dhilaal Berkat Rahmat Allah (Dibhra)—yang dalam bahasa Indonesia berarti di bawah naungan Berkat dan Rahmat Allah Swt. Organisasi ini didirikan oleh Kiai Tar pada tanggal 17 Rabiul Awwal 1422 H atau 9 Juni 2001, sebagai organisasi sosial kemanusiaan. Semacam lembaga amal, zakat, infak, dan sedekah (LAZIS) yang mempunyai dua fungsi, yaitu menerima sekaligus menyalurkan dana sosial warga Shiddiqiyyah kepada yang berhak menerima—terutama anak yatim piatu, fakir miskin dan kaum dhuafa.

Dhibra juga berfungsi sebagai lembaga keuangan yang bergerak menghimpun dana untuk pelestarian Tarekat Shiddiqiyyah. Organisasi ini dibentuk untuk mewujudkan cita-cita Sang Mursyid, agar murid dan warga Shiddiqiyyah terhindar dari label “pendusta agama” karena keliru dalam beramal atau menyalurkan sedekah.

Kiai Tar merasa berkewajiban membimbing murid-muridnya agar urusan duniawi mereka bermanfaat, serta terarahkan pada jalan yang benar sesuai petunjuk agama. Untuk itu, harus ada wadah dan sarana yang menjembatani cita-cita mulia tersebut. Maka dari itu lahirlah Dihibra, sehingga murid-murid Shiddiqiyyah dapat menyalurkan hartanya secara benar dan bermanfaat untuk dunia serta akhiratnya.

Baca Juga :   Mengenal Pesantren Pluralis-Multikultural yang Dibangun di Kediri

Awalnya Dhibra dibentuk untuk menggali kekuatan sumber dana dari warga Shiddiqiyyah untuk kepentingan internal warga dalam urusan persaudaraan tarekat, persaudaraan Islam, persaudaraan kebangsaan, dan kemanusiaan. Namun, setelah berjalan selama beberapa waktu, ternyata Dhibra mendapat sambutan antusias sehingga bisa menghimpun dana yang relatif besar. Akhirnya, dana yang melimpah itu tidak hanya tersalur kepada warga Shiddiqiyyah saja, tetapi juga warga non-Shiddiqiyyah yang membutuhkan.

Ada empat kategori kegiatan santunan yang dikerjakan oleh Dhibra. Pertama, santunan rutin yang diadakan berdasarkan agenda kegiatan yang sudah terjadwal, seperti santunan nasional, santunan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw., dan santunan menyambut Tahun Baru Hijriah. Kedua, santunan Rumah Syukur Layak Huni (RSLH), yaitu kegiatan setahun sekali pada tanggal 17 Agustus atau ketika peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Ketiga, santunan insidentil, yaitu kegiatan santunan yang diadakan karena adanya kejadian bencana alam, seperti banjir atau gempa bumi. Dan keempat, santunan pendidikan, yaitu pemberian beasiswa untuk murid-murid tidak mampu di Tarbiyah Hifdul Ghulam Wal Banat (THGB), sekolah yang dibangun oleh Shiddiqiyyah.

Artikel Terkait

1 comment

Agama Bukan Candu, Tetapi Booster Kemandirian Ekonomi – samudrafakta.com 28 Februari 2023 at 16:54

[…] Baca Juga :   Cinta Tanah Air Itu Berwujud Kegiatan Filantropi […]

Reply

Leave a Comment