samudrafakta.com

Anti-Radikalisme Sejak Dalam Pikiran

Mendapat Apresiasi dari Negara

Program anti-radikalisme sejak dalam pikiran yang terus digalakkan oleh Tarekat Shiddiqiyyah pun mendapat apresiasi dari negara. Menjelang akhir tahun 2022 lalu, dua pejabat pemerintah yang menangani deradikalisasi, yakni Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy dan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Ahmad Nur Wakhid berkunjung ke Pesantren Majma’al Bahrain Hubbul Wathon Minal Iman dan bertemu Sang Mursyid.

Menteri PMK Muhadjir datang pada 12 September 2022. Dalam kunjungan tersebut,  Muhadjir menegaskan bahwa pendidikan Pesantren Shiddiqiyyah adalah salah satu model pendidikan terbaik. Muhajir menegaskan bahwa Ponpes Shiddiqiyyah merupakan elemen penting yang ikut membangun bangsa melalui semangat nasionalisme dan hubbul wathon minal Iman atau cinta tanah air bagian dari iman yang selalu mereka ajarkan. Pendidikan model itu, menurut Muhadjir, sangat berguna untuk menyeimbangkan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan.

Kunjungan Menko PMK Muhadjir Effendy ke Pesantren Majma’al Bahrain Hubbul Wathin Minal Iman, 12 September 2022. (Dok. Ist.)

Muhajir juga mengapresiasi inisiatif Pesantren yang langsung membangun Monumen Hari Santri ketika Presiden Jokowi meresmikan hari khusus tersebut pada tahun 2015 lalu. “Begitu Presiden mencanangkan Hari Santri, di sini langsung direspons dengan membangun Monumen Hari Santri. Ini kan luar biasa. Mungkin ini, jangan-jangan ini baru satu-satunya Monumen Hari Santri (di Indonesia),” kata Muhadjir ketika itu.

Baca Juga :   Lailatul Mubarakah dan Lailatul Qadar: Dua Momentum Penuh Berkah Khas Tarekat Shiddiqiyyah di Bulan Ramadhan

Sementara Brigjen Nur Wakhid dari BNPT bekunjung pada Kamis, 20 Oktober 2022.  Dalam kunjungan tersebut, dia menyatakan mengapresiasi upaya pesantren dalam menanggulangi paham radikalisme dan terorisme—yang satu arah dengan program-program BNPT.

Kunjungan Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nur Wakhid ke Pesantren Shiddiqiyyah, 20 Oktober 2022. (Dok. Ist.)

Tarekat Shiddiqiyyah mengajarkan bahwa agama—khususnya Islam—adalah harmoni yang semestinya mampu merajut kebhinekaan. Sebab, dalam pandangan mereka, keanekaragaman ada bukan untuk saling dipertentangkan, tapi disadari sebagai sunnatullah yang harus dijaga.

Pandangan tarekat tersebut berlandaskan pada pemahaman terhadap firman Allah dalam QS. al-Hujurat [49]: 13. Kalimat “Allah menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku” di bagian awal ayat, dan kalimat “orang yang paling mulia menurut Allah adalah orang yang paling bertakwa” di bagian akhir ayat, menurut tafsir tarekat ini, menunjukkan bahwa kepentingan bangsa dan negara yang berisi beragam suku, agama, ras, dan golongan harus lebih diutamakan di atas kepentingan agama.

Jika berpijak pada dalil tersebut, menurut kajian Tarekat Shiddiqiyyah, maka upaya-upaya yang mengarah pada separatisme, seperti pendirian Negara Islam Indonesia, negara khilafah, dan sejenisnya—yang sifatnya menolak keanekaragaman—tidak boleh ditolerir. Sebab, gagasan itu bisa memicu disintegrasi bangsa. Bahayanya lebih besar daripada manfaat pendirian negara Islam itu sendiri.

Baca Juga :   Ternyata Bersyukur Meningkatkan Level Kegembiraan dan Kesejahteraan

Tarekat Shiddiqiyyah menolak gagasan seperti itu. Melalui doktrin pendidikan cinta tanah air sejak dini yang selalu mereka giatkan, tarekat ini terus mengajarkan titik temu antara nasionalisme dan agama.*

 

 

 

Artikel Terkait

1 comment

Agama Bukan Candu, Tetapi Booster Kemandirian Ekonomi – samudrafakta.com 28 Februari 2023 at 15:27

[…] Anti-Radikalisme Sejak Dalam Pikiran […]

Reply

Leave a Comment